REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) menilai penurunan partisipasi pemilih pada pelaksanaan pemilu kepala daerah (Pilkada) serentak 2015 tidak terlalu signifikan.
"Partisipasi memang turun, rata-rata secara nasional 68 persen, namun tidak siginifikan dibandingkan partisipasi pemilih saat alat peraga kampanye tidak dibatasi," kata Ketua KPU Husni Kamil Manik di Padang, Selasa (23/2).
Ia mengakui ini menjadi bahan evaluasi mengapa orang banyak masuk daftar pemilih tapi tidak memilih. "Apalagi di Sumbar partisipasi hanya 58,65 persen, mungkin ada yang menjawab alasannya banyak yang merantau," lanjut dia.
Ia menyebutkan partisipasi pemilih tertinggi pada pilkada serentak 2015 terjadi di Mamuju Utara mencapai 92 persen dan terendah di Medan hanya 25 persen. "Di Mamuju itu suara pemenang mencapai 97 persen, jadi kandidat lawan hanya memperoleh suara tiga persen," ujar dia.
Ia mengusulkan jika ada orang yang secara faktual terdata namun tidak akan hadir pada pemungutan suara dihapus saja, ini tidak akan menghapus hak politik karena kalau ingin mencoblos masih bisa pakai KTP. Sementara pengamat politik Universitas Negeri Padang (UNP) Eka Vidya Putra mengemukakan turunnya partisipasi masyarakat pada pilkada gubernur Sumbar terjadi akibat krisis kepercayaan terhadap elit, partai politik dan sistem demokrasi.
"Selama ini yang selalu diajarkan kepada masyarakat pemilu dan pilkada adalah jalan keluar untuk perubahan, tetapi faktualnya setelah pilkada selesai tidak ada perubahan terjadi sehingga timbul ketidakpercayaan," kata dia.
Menurutnya karena tidak terjadi banyak perubahan yang terjadi dari pemilu ke pemilu menyebabkan kejenuhan di masyarakat dan ini merupakan faktor yang bisa menjelaskan kenapa partisipasi memilih rendah. Ia mengutarakan memang ada faktor lain seperti fragmentasi politik, sosialisasi yang tidak optimal.