REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Amnesty International menilai Australia melanggar hukum internasional karena menerapkan kebijakan imigrasi yang keras.
Dalam laporan yang dikeluarkan, Rabu (24/2), Amnesty International menyebut Australia sebagai salah satu negara di kawasan Asia Pasifik yang melanggar hukum internasional karena secara paksa mengembalikan pencari suaka ke negara dimana mereka menghadapi pelanggaran serius.
Menyebut sebagai terus berlanjutnya pendekatan keras terhadap pengungsi dan pencari suaka, laporan itu juga menyebut tuduhan pemerkosaan dan pelecehan seksual di pusat tahanan imigrasi di Nauru.
"Pada Maret, pemerintah mengeluarkan laporan independen mengenai pusat penahanan di Nauru yang berisi tuduhan pemerkosaan dan tindakan seksual termasuk ke anak-anak, dan juga adanya pelecehan dan serangan fisik. Pemerintah Australia menerima semua rekomendasi, dan meskipun begitu di Agustus, laporan Senat menyatakan kondisi di sana masih tidak aman, tidak memadai dan tidak cocok," kata Amnesty.
Amnesty juga menyebut pembukaan pusat penahanan itu telah menyebabkan berbagai pelanggaran HAM serta tidak adanya kerangka kerja perlindungan anak-anak. Laporan tahunan tersebut juga menyebut adanya keprihatinan akan adanya penahanan berkepanjangan di Manus Island.
Menteri Imigrasi Australia Peter Dutton mengatakan baru-baru ini mempertahankan kebijakan pemerintah dengan mengatakan di parlemen kebijakan pemerintah ini telah menghentikan arus pencari suaka lewat laut.
Dutton juga membeli pusat penahanan di luar Australia, dengan mengatakan pemerintah tidak mau diperas dalam masalah kedatangan pengungsi. Sebelum adanya laporan Amnesty, kelompok HAM lainnya Human Right Watch mendesak pemerintah Federal mempertimbangkan kembali kebijakan terhadap pengungsi dan pencari suaka.
Baca juga: Kisah Warga Pedalaman Australia yang Jatuh Cinta Pada Islam