Rabu 24 Feb 2016 14:01 WIB

Klinik Aborsi di Cikini, dari Alat Praktik yang Karatan Hingga Dokter Lulusan SMP

Rep: c30/ Red: Bilal Ramadhan
Tersangka dan barang bukti ditunjukkan saat gelar perkara kasus aborsi pada sebuah klinik di Jalan Cimandiri No 7, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/2).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Tersangka dan barang bukti ditunjukkan saat gelar perkara kasus aborsi pada sebuah klinik di Jalan Cimandiri No 7, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (24/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasubdit III Semdaling Direskrimsus Polda Metro Jaya AKBP Adi Vivid mengatakan, tempat aborsi ilegal di Menteng tidak higienis, bahkan ada alat praktiknya yang karatan dan obat-obatannya pun sudah kedaluwarsa. Salah satu dokternya juga hanya lulusan SMP.

"Iya, dia tidak punya background dokter, bahkan hanya lulusan SMP. Jadi, katanya cuma belajar autodidak," ujar Adi di Jalan Cimandiri, Kenari, Jakarta Pusat, Rabu (24/2).

Saat ditanyakan perihal dokter yang lainnya, menurut Adi, memang ada dokternya. Akan tetapi, kata dia, dari semuanya juga bukan dokter spesialis kandungan, melainkan dokter umum biasa.

Beberapa dokter tersebut berinisial AM, SAL, NEH, MN, dan UI. Kemudian, karyawan HAS, R, RE, ZT, dan IA. Sedangkan calo sendiri berinisial H, N, HS, dan SH. "Pengelolanya yang dari Klinik Cisadane sudah kami tangkap semalam, tapi yang dari Klinik Cimandiri masih dalam pencarian," ujar Adi.

Pengelola dan juga dokter umum dari Klinik Cimandiri ini berinisial MM alias A. Aparat polisi masih melakukan pencarian pada dokter tersebut. Untuk modusnya, para tersangka ini melakukan jasa aborsi kepada para wanita hamil yang tidak menginginkan anaknya lahir supaya digugurkan.

Tarif yang ditawarkan sekitar Rp 2,5 juta sampai Rp 3 juta untuk usia kandungan dua bulan. Sedangkan, usia janin enam bulan bisa dikenakan Rp 10 juta. "Klinik ini buka setiap hari dan diduga sudah berlangsung lama, lebih dari lima tahun," ujar Adi.

Adapun tahapan melakukan aborsi, kata Adi, mula-mula calo membawa pasien ke klinik dan membayar uang pendaftaran Rp 50 ribu. Kemudian, pasien membayar uang USG Rp 250 ribu. Pasien ini sudah harus melunasi pembayaran paling lambat tiga hari sebelumnya.

Adi menambahkan, dua klinik yang terjaring penggerebekan Klinik Cimandiri dan Klinik Cisadane di Menteng, Jakarta Pusat. Setiap harinya, dua klinik ini mendapatkan pasien empat sampai lima orang.

"Tapi, kami sudah memiliki enam klinik lagi yang datanya sudah kami pegang dari hasil penyelidikan. Dan, di luar sana mungkin masih banyak juga klinik-klinik tak berizin lainnya," ujar Adi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement