REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Sumatera Utara nonaktif, Gatot Pujo Nugroho meminta maaf kepada masyarakat Sumatera Utara atas kasus penyuapan hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan yang menjeratnya. Gatot menganggap kasus tersebut adalah musibah.
"Memohon maaf kepada masyarakat Sumatera Utara atas musibah yang terjadi pada diri saya," kata Gatot saat membacakan pembelaan di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta, Rabu (24/2).
Gatot mengatakan hari ini adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Sebab, tanpa pernah disangkanya, Gatot membacakan pembelaan di persidangan. Menurutnya apa yang dibacakannya bukanlah pembelaan, melainkan ilustrasi atas apa yang terjadi dan membuatnya terbelit kasus korupsi.
"Hari ini adalah hari yang bersejarah bagi diri pribadi. Tetapi barangkali ini tidak tepat disebut sebagai pembelaan, tapi disebut sebagai ilustrasi tentang apa yang terjadi, supaya bisa menjadi pertimbangan majelis hakim dalam mengambil keputusan," jelasnya.
Gatot memaparkan, kejadian ini bermula ketika ada pemanggilan kepada Kepala Biro Keuangan Provinsi Sumut, Ahmad Fuad Lubis dan Plh Sekda Provinsi Sumut, Sabrina dari kejaksaan agung untuk diperiksa, pemeriksaan tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi dana BOS, Bansos, BDB, serta tunggakan DBH dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Keadaan itu diperparah dengan adanya unjuk rasa dari mahasiswa dan LSM terkait ana BOS, Bansos, BDB, serta tunggakan DBH dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Unjuk rasa tersebut menurut Gatot sangat kental dengan kepentingan politik. Dengan kata lain, ada pihak-pihak tertentu yang dengan sengaja menggerakan mereka demi kepentingan pribadi dan menginginkan jabatan Gubernur Sumut mengalami kekosongan.
"Itu berdasarkan bukti yang kami temukan di lapangan. Salah satu yang kami temukan adalan (peran) Sodara Wakil Gubernur Sumatera Utara (Tengku Erry Nuradi)," ucapnya.