REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istri Gubernur Sumatera Utara Non Aktif Gatot Pujo Nugroho, Evy Susanti mengaku sudah menyadari konsesuensinya sebagai istri kedua. Menurut perempuan kelahiran Bandung tersebut, bukan hal mudah untuk menjalani posisinya sebagai istri poligami.
"Keputusan menjadi istri kedua sangat saya sadari konsekuensinya. Poligami bagi seorang perempuan tidaklah mudah," kata Evy di Gedung Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta, Rabu (24/2). (Istri Gatot Pujo: Air Mata Saya untuk Suami).
Perempuan 44 tahun tersebut juga mengungkapkan, dirinya tidak pernah bercita-cita menjadi istri seorang pejabat. Meski begitu, saat kenyataan menakdirkan dirinya menjadi istri seorang gubernur, Evy selalu berusaha membantu permasalahan-permasalahan yang melibatkan suaminya.
"Saya tidak bercita-cita menjadi istri pejabat. Saya sebagai istri selalu berusaha membantu permasalahan-permasalahan suami saya," ucap Evi. Dan sekarang, Evy terlibat dalam skandal korupsi sang suami.
Gatot dan Evy didakwa menyuap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan senilai 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura untuk mempengaruhi putusan. Putusan yang dimaksud adalah terkait pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana BOS, Bansos, BDB, serta tunggakan DBH dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Gatot dan Evy juga didakwa menyuap mantan Sekjen Nasdem, Patrice Rio Capella sebesar Rp 200 juta melalui Fransisca Insani Rahesti. Suap tersebut diberikan agar Rio memudahkan pengurusan penyelidikan perkara korupsi dana Bansos yang ditangani Kejaksaan Agung.
Atas perbuatannya menyuap hakim PTUN Medan, Gatot dan Evy terancam pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Sementara terkait gratifikasi kepada Rio Capella, Gatot dan Evy terancam penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dengan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.