REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti mengatakan selama ini Kepolisian dan intelejen selalu melakukan pengawasan dan pemantauan kegiatan keagamaan. Hanya, Mu'ti mengingatkan agar mereka tidak menggunakan cara-cara lama.
"Tidak bisa saat kegiatan keagamaan mensyaratkan harus mendapatkan izin dari kepolisian yang sifatnya pengajian rutin," ujar dia kepada Republika.co.id, Rabu (24/2). Kecuali, dia menjelaskan, saat menyelenggarakan kegiatan yang mengumpulkan massa dalam jumlah besar dan menggunakan fasilitas umum. Perhelatan itu memang perlu izin meskipun undang-undang hanya menyebut untuk memberikan pemberitahuan saja.
Mu'ti mengatakan kegiatan rutin harus tetap berjalan. Kepolisian hanya perlu memperhatikan jika terjadi tindakan kriminal. Ketika mubaligh di sebuah pengajian menekankan bahwa umat Islam perlu berjihad, memang jihad adalah ajaran Islam.
Berbeda ketika mereka memberikan pernyataan kebencian dan menghasut orang lain untuk berbuat kekerasan terhadap pihak lain. Dia mengatakan, ini sudah menjadi bukti hukum. Demikian halnya, jika terdapat kecenderungan radikalisme dan paham ekstrimisme maka kepolisian dapat melakukan tindakan dengan lebih dulu melakukan pencegahan.
Selama dilakukan pribadi, Mu'ti mengungkapkan dia tidak pernah menemukan adanya doktrin radikalisme dan ekstrimisme saat berada di masjid di Jakarta. Jika ada pun, itu hanya penyampaian kebencian dan penentangan terhadap kelompok lain, Mu'ti menemukannya pun di masjid-masjid kantor pemerintahan, BUMN dan perusahaan-perusahaan swasta.
(Baca: Media Australia Dinilai Fobia dengan Masjid Jakarta).