REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi untuk pertama kalinya mengakui militan berada di balik jatuhnya pesawat Rusia 31 Oktober lalu. Pesawat yang jatuh di Sinai itu menewaskan 224 penumpangnya.
"Apakah terorisme berakhir, tidak ada, itu belum tapi akan jika kita bersatu," katanya dilansir Al Arabiya, Rabu (24/2).
Insiden tersebut merupakan pukulan besar bagi sektor pariwisata Mesir. Keamanan bandara pun dibuat resah dengan kejadian tersebut.
"Siapa pun yang menjatuhkan pesawat, apa maksudnya? Ia bermaksud memukul pariwisata dan hubungan dengan Rusia," ujarnya.
Kelompok radikal ISIS mengaku bertanggung jawab atas insiden tersebut. Sebelumnya, pada November Rusia mengumumkan, bom yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat dimasukkan sesaat setelah lepas landas dari sebuah resor Laut Merah.
Pengakuan itu tidak membuat Mesir bereaksi berlebihan. Para pejabat Mesir menyatakan perlunya menunggu temuan dari penyelidikan internasional, sebelum mengumumkan penyebab kecelakaan.
Mesir telah memerangi pemberontakan ISIS di Sinai yang dinilai semakin kuat pascapenggulingan Mursi. ISIS juga mencoba menyerang seluruh sendi kehidupan di Negeri Giza tersebut.
El-Sisi mengakui sulit untuk memerangi teror sambil menjaga hak-hak rakyat. Apalagi pemerintahan el-Sisi telah menghadapi gelombang kritik dalam beberapa pekan terakhir atas tuduhan kebrutalan polisi dan pelanggaran hak-haknya, serta penanganan ekonomi.