REPUBLIKA.CO.ID, Nugie juga menjadi salah satu agen perubahan yang dipilih komunitas Bike to Work (B2W) untuk menjalankan program Let’s Pack a Lunch. Dia ditantang membuat bekal makan siangnya sendiri, lalu mempostingnya di akun media sosial miliknya.
“Saya support semua gerakan teman-teman pesepeda, membawa bekal saat bersepeda. Saat kita bersepeda kadang-kadang sulit cari tempat untuk makan, malas, ini jadi solusi yang menyenangkan,” ujar Nugie kepada wartawan usai peluncuran program tersebut di Jakarta, Selasa (23/2) lalu.
Hal ini sangat menarik baginya karena kembali ke gerakan masa kecil. Nugie mengaku saat kecil dia paling senang membawa bekal makan yang dikenal olehnya sebagai sangu. “Kapan pun di mana pun saya bisa makan, walau pun tidak sekali habis, bisa dimakan sorenya,” ujarnya.
Saat kecil, hampir setiap hari Nugie dibawakan bekal telur, nasi dan kecap. “Saya berasal dari keluarga yang sederhana. Ayah saya TNI, jadi kita selalu dibawakan telor rebus yang sudah dibagi enam, karena anaknya ada enam,” ungkapnya.
Kebiasaan ini berlanjut sampai lulus SD. Dan saat SMP, kebiasaan bawa bekal tetap dilakukan. Hanya saja menunya berbeda. “Karena mami sudah bikin kue, saya bawa kue, kue panada dan kue mangkok,” ujarnya
Ia juga selalu membawa air minum dalam botol. Lalu ketika mulai SMA, kebiasaan itu terhenti. Mengapa? Nugie mengatakan saat SMP, dia sudah agak malu bawa bekal ke sekolah.
Menurut dia, program bawa bekal makan siang ini adalah suatu yang membangkitkan kenangan masa kecilnya. Kini, menurut dia, membawa bekal sendiri perlu ia jalani di saat gaya hidup modern sudah menyebar dengan kepraktisan yang juga sudah ada dimana-mana. “Ini bisa jadi solusi juga jadi suatu gerakan yang sayang lingkungan. Jadi kita tidak membawa sampah plastik lagi, tidak ada bungkus-bungkus makanan yang kita bawa kayak di restoran-restoran. Makanya saya ada disini dan mendukung,” tambahnya.