Kamis 25 Feb 2016 08:29 WIB

Mengapa Rasulullah Shalat Malam Sampai Kakinya Memar?

Bersujud (ilustrasi).
Foto: Reuters
Bersujud (ilustrasi).

Oleh Risman Bustaman Khatib

REPUBLIKA.CO.ID, Pada sebuah hadis diceritakan, Rasulullah SAW yang sudah dijamin masuk surga ternyata kualitas dan kuantitas ibadahnya justru luar biasa. Demi menjadi orang yang paling takwa kepada Allah, sampai-sampai kaki beliau memar dan lecet karena shalat malam.

Ketika ditanyakan oleh para sahabat, termasuk istri beliau Aisyah, ''Mengapa Engkau masih beribadah sedemikian rupa Ya Rasulullah? Bukankah dosamu yang lalu dan yang akan datang sudah dijamin diampuni Allah?'' Beliau menjawab singkat, ''Apa tidak boleh aku menjadi hamba yang bersyukur?'' (HR Bukhari-Muslim).

Jawaban Rasulullah ini mengisyaratkan, syukur dan taat itu terkait erat. Manusia hidup tak pernah luput sedetik pun dari nikmat Allah. Hamba yang bersyukur juga tidak akan pernah lalai untuk taat kepada-Nya walau sedetik.

Andaikan hilang sebagian kecil nikmat Allah dari dirinya tidak akan mengurangi syukur dan ketaatan kepada-Nya. Bahkan, saat nikmat semakin melimpah pun juga tidak membuat dia melupakan-Nya.

Syukur merupakan wujud terima kasih hamba kepada Allah atas nikmat dan karunia-Nya. Sedangkan taat adalah wujud penghambaan diri manusia kepada-Nya. Menurut ahli tafsir al-Raghib al-Ishfahani, dalam kata dasar syukur dari syakara tersimpul dua hal dasar yang saling terkait. Pertama, gambaran seorang hamba tentang nikmat Allah. Kedua, upaya sang hamba menampakkan kebernikmatan itu.

Gambaran tentang nikmat Allah adalah kedalaman dan keluasan spektrum pandangan hamba tentang nikmat Tuhan. Upaya menampakkan kenikmatan adalah melalui sikap menghargai semua nikmat Allah dan memaksimalkan cara bersyukur kepada-Nya.

Cara bersyukur ada tiga, yaitu: dengan hati mengakui dan menghargainya, dengan lidah memujinya, dan dengan perbuatan memanfaatkannya menurut tuntunan Yang Memberi disertai sikap menghambakan diri kepada-Nya. Semakin dalam dan luas pandangan seseorang tentang nikmat Allah akan semakin meningkat pula ketaatan kepada-Nya.

Dalam kaitan ini syukur bertolak belakang dengan kufur yang berarti menutupi. Orang yang tidak bersyukur disebut kufur nikmat karena tidak jujur mengakui nikmat Allah.Dia berusaha menutupi keberadaan nikmat Allah seraya meminimalkan cara bersyukur sebatas lidah dan seremonial. Hamba materialis hanya akan mensyukuri harta secara sempit, misalnya, dengan menjamu rekan dan sahabat secara wah.

Hamba materialis bisa terjerumus menjadi budak harta. Hamba yang benar-benar bersyukur adalah yang mampu menghargai semua nikmat pemberian Khalik, berbaik sangka pada cobaan-Nya, dan semakin mendekatkan diri kepada-Nya.

Ada beberapa hal yang bisa meningkatkan kesadaran kita untuk bersyukur atas nikmat Allah SWT. Antara lain, menyadari nikmat Allah sangat beragam, begitu banyak dan tak terhingga (QS Ibrahim: 34).

Juga menyadari sepenuh hati bahwa Allah Maha Segala-galanya, Allah tidak membutuhkan apa pun, termasuk syukur manusia. Justru kita yang membutuhkan syukur dari Dia. Siapa yang bersyukur sesungguhnya dia bersyukur demi dirinya sendiri (QS Luqman: 12).

sumber : Pusat Data Republika
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement