REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) lebih memilih menerapkan Perda Nomor 3 Tahun 2013 mengenai Pengelolaan Sampah daripada Surat Edaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengenai penggunaan kantung plastik di pusat-pusat perbelanjaan ritel.
Diketahui, Perda Nomor 3 Tahun 2013 itu menyebutkan Pemprov DKI bisa menerapkan denda hingga Rp 25 juta kepada toko ritel modern yang tak memfasilitasi kantung plastik ramah lingkungan pada pembeli. Di sisi lain, Surat Edaran KLHK Nomor S.1230/PSLB3-PS /2016 mengenai Harga dan Mekanisme Penerapan Kantung Plastik Berbayar, konsumen wajib membayar 200 rupiah untuk kantung plastik yang digunakan.
Ahok menyebutkan Perda tersebut sudah disahkan sejak 2013. Namun ia mengakui belum memberikan saksi tegas yang disebutkan dalam perda itu. Alasannya, pengusaha harus beradaptasi terhadap Perda tersebut. Kini, Ahok menegaskan masa adaptasi itu telah usai.
"Waktu itu sosialisasi pabrik-pabrik dulu agar berusaha pindah memproduksi yang ramah lingkungan. Pabrik kan butuh waktu. Saya kira sudah 2016, sudah tiga tahun, sudah cukup dong," katanya kepada wartawan, Rabu (24/2).
Ahok memperbolehkan pengusaha toko ritel modern jika ingin menggunakan sistem berbayar untuk plastik ramah lingkungan yang mereka sediakan. Ia menjelaskan biaya produksi plastik ramah lingkungan tergolong lebih mahal ketimbang kantong plastik biasa.
"Kalau plastik biasa 200 perak juga mereka enggak minta ke pelanggan karena komplimen dari penjualan," ucapnya.
Sebelumnya, Perda Nomor 3 Tahun 2013 menyebut sanksi administratif terhadap toko ritel modern yang tidak menyediakan kantong plastik ramah lingkungan adalah denda. Dendanya pun cukup besar berkisar dari Rp 5 juta hingga Rp 25 juta.