Jumat 26 Feb 2016 14:51 WIB

Mengakali Mahalnya Panahan

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Achmad Syalaby
Memanah dan berkuda merupakan dua jenis olahraga yang dianjurkan Nabi SAW
Foto: bbc asia
Memanah dan berkuda merupakan dua jenis olahraga yang dianjurkan Nabi SAW

REPUBLIKA.CO.ID, Sebelum merasakan langsung, Mohammad Sholehhudin (31 tahun) sempat berpikir olahraga panahan begitu eksklusif. Selain momok biaya mahal, instruktur yang mau mengajarkan panahan juga sulit ditemui. Halangan itu kemudian berhasil ia atasi dengan trik patungan. "Supaya murah, kami bentuk klub. Anggota saling membantu lewat iuran dan digunakan untuk membeli alat dan membayar pelatih," ujarnya.

Dengan iuran sebesar Rp 200 ribu per bulan, anggota Klub Panahan Majelis Taklim Telkomsel (MTT) bisa menyalurkan minatnya. Klub yang sudah berjalan selama tujuh bulan itu pun menggelar latihan rutin setiap Jumat sore. Porsi latihan sesekali diselingi dengan kompetisi internal dengan maksud menambah keseruan.

Tofik mengaku, INASP berupaya mempertemukan alat-alat dengan peminat panahan yang belum mampu membelinya. Ia mengakui, panahan memang relatif mahal jika dilakukan secara individu. Ia menyebut, harga sebuah busur bisa berkisar dari Rp 1,7 juta hingga Rp 2 juta. Biaya itu belum termasuk dengan anak panah, sasaran, dan perlengkapan pengaman lainnya. Satu pernak-pernik panahan itu bisa mencapai harga ratusan ribu. 

"Kami mencoba menyediakan alat agar orang tidak takut memanah. Kalau sudah ketagihan biasanya nanti dia akan tertarik beli perlengkapan sendiri," ujar Tofik. 

(Baca: Mencintai Rasulullah dengan Memanah).

Presiden Indonesia Archery School Program (INASP) Defrizal melihat fenomena olahraga panahan terasa semakin eksklusif dan sulit terjangkau masyarakat luas. Ia pun mendirikan INASP pada 2011 sebagai induk klub-klub panahan sekaligus menyediakan pelatihan calon fasilitator. 

Wajar saja apabila Defrizal begitu perhatian dengan nasib panahan. Ia sudah mengenal olahraga ini ketika masih duduk di bangku SMP atau tepatnya pada 1994. Ketika itu, terdapat program pembibitan atlet tingkat Provinsi DKI Jakarta. Pria berusia 36 tahun itu mengaku tertarik dengan panahan karena masih jarang peminatnya. Ia pun beruntung bisa lolos dalam pembibitan tersebut

Menjadi atlet panah lalu berkuliah di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Defrizal benar-benar merasakan manfaat dari panahan. Ia mengaku, dalam memanah diperlukan ketenangan, fokus, dan keberanian yang kemudian akan berujung pada kemenangan. Defrizal kemudian berupaya menyebarkan nilai-nilai itu lewat pendekatan pembangunan karakter. 

Defrizal kemudian mencoba menawarkan panahan sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah. Tak hanya itu, ia juga memberikan coaching clinic untuk memunculkan fasilitator-fasilitator di berbagai daerah. "Jadi kami seperti menggelindingkan bola salju. Makin lama, makin membesar," ujarnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement