REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jumlah kunjungan wisatawan di Yogyakarta baik wisatawan nusantara maupun wisatawan asing meningkat. Namun, lama tinggal wisatawan di Yogyakarta masih stagnan yakni untuk wisatawan asing 2,04 hari sedangkan wisatawan nusantara 1,6 hari.
"Lama tinggal wisatawan di Yogyakarta dari tahun ke tahun tidak pernah meningkat,’’ kata Kepala Bidang Pengembangan Kapasitas dan Destinasi Wisata Dinas Pariwisata DIY Setyawan pada acara Forum Diskusi Wartawan DPRD DIY dengan tema Jogja menuju Kota Pariwisata Terkemuka di ASEAN, di Lobby DPRD DIY, Jumat (26/2).
Staf Pusat Studi Pariwisata DIY Desta Titi Rahajana mengatakan untuk pengembangan pariwisata di DIY harus berangkat dari rencana induk kepariwisataan yakni bagaimana menyinergikan lokomotif pariwisata dengan pendidikan dan kebudayaan. Untuk pengembangan pariwisata ini jangan lupa keunggulan komparatif dan kompetitif dan ini terletak pada sumber daya di empat kabupaten dan satu kota.
Namun sekarang belum mampu mengemas semua, sehingga tidak menjadikan DIY sebagai tujuan utama melainkan ampiran wisatawan. Sehingga kunjungan wisatawan di Yogya tidak bisa lama.
"Menurut pandangan saya ini menjadi ancaman. Karena itu perlu didorong adanya obyek alternatif. Seperti halnya peran sektor swasta untuk membuat paket alternatif di malam hari, misalnya: adanya tebing breksi di Candi Ijo bisa dikemas seperti Garuda Wisnu Kencana di Bali; bagaimana sanggar seni dibuat atraksi secara rutin sehingga tidak hanya dimonopoli Ramayana,’’ ungkap dia.
Setyawan mengatakan tidak menampik kalau Yogyakarta sebagai ampiran wisatawan. Namun kalau dari sisi pariwisata sebetulnya walaupun di Yogyakarta hanya sebentar tetapi kalau lebih banyak mendistribusikan uangnya untuk berbelanja di Yogyakarta itu lebih baik. Daripada lama tinggal di hotel dan tidak kemana-mana seperti halnya wisatawan asing.
"Kalau wisnus (wisatawan nusantara) justru lebih banyak membelanjakan uangnya untuk beli souvenir, kuliner, dan lain-lain. Hal ini malah memberikan kekuatan ekonomi bagi masyarakat Yogyakarta,’’ tuturnya.
Dikatakan Setyawan, wisatawan asing yang lebih banyak tinggal di hotel kebanyakan dari Belanda dan Jepang. Hal ini karena lebih karena keterikatan psikologis atau sejarah. Mungkin dulu dia atau orangtuanya/ kakek/ neneknya pernah tinggal di Yogyakarta.