REPUBLIKA.CO.ID, SAMUT PRAKAN--Tim kemanusiaan mengirim kapal untuk menyelamatkan pengungsi dan pandatang di Mediterania dan Asia Tenggara. Kapal tersebut akan diluncurkan akhir pekan ini untuk menyisir laut dan mencari perahu bermuatan migran.
Pengusaha asal Amerika Serikat Christopher Catrambone dan istrinya yang berasal dari Italia Regina mendirikan Migrant Offshore Aid Station (MOAS) dalam menanggapi tragedi Lampedusa 2013. Saat itu, ratusan migran tenggelam setelah kapal yang mereka tumpangi dari Libya menuju Eropa tenggelam.
Di Samut Prakan, pinggiran Teluk Thailand, Catrambone berkoordinasi dengan penjaga pantai, angkatan laut juga LSM untuk melacak dan menyelamatkan manusia perahu."Jika kita dapat menyelamatkan satu kehidupan, misi ini sangar berharga," katanya.
Selama bertahun-tahun, puluhan ribu Rohingya melarikan diri dengan perahu dari Myanmar. Di negara tersebut, mereka hidup dalam kondisi seperti apartheid. Mereka menerima kekerasan dan ditolak mendapat akses perawatan kesehatan, pekerjaan dan pendidikan. Perahu penyelundupan juga membawa migran yang lari dari kemiskinan di Bangladesh.
Namun, penemuan jasad dan kamp perdagangan di sepanjang perbatasan Thailand-Malaysia tahun lalu menyebabkan tindakan keras terhadap para penyelundup. Hal ini memaksa mereka untuk meninggalkan kapal dan ribuan migran yang terdampar di laut.
Badan-badan bantuan dan kelompok hak asasi manusia mengecam Thailand, Malaysia dan Indonesia karena 'bermain ping-pong di laut', bukan membiarkan pengungsi dan pendatang turun. Akhirnya, mereka diizinkan mendarat di Malaysia, tujuan utama mereka serta tetangga negara, Indonesia.
Sejak itu, jumlah migran yang meninggalkan Myanmar dan Bangladesh dengan perahu turun tajam. Sebab, Thailand dan Bangladesh menindak penyelundup manusia.
Menurut Chris Lewa dari kelompok HAM Arakan Projects, sekitar 1.500 orang dari Bangladesh dan Myanmar berlayar pada September dan Desember 2015. Pada periode yang sama 2014, angka tersebut mencapai 32 ribu.