REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ikatan Pesantren Indonesia (IPI) siap 'perang lewat media sosial untuk melawan radikalisasi dan sekaligus menggelorakan nasionalisme.
"IPI sendiri lahir sebagai jawaban atas stigma sarang teroris yang dialamatkan pada pesantren," kata Ketua Umum DPP IPI KH Zaini Ahmad di di Surabaya, Ahad (28/2).
Dalam Munas I IPI yang berlangsung di Surabaya pada 27-28 Februari itu, ia menjelaskan digitalisasi juga akan dimanfaatkan IPI untuk mengembangkan kewirausahaan atau ekonomi digital.
"Kejahatan seukuran biji zarah saja diganjar secara setimpal, apalagi bom, tentu sanksinya lebih besar, karena itu kami akan memanfaatkan potensi media sosial untuk melawan radikalisasi," katanya.
Dalam Munas yang dibuka Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Sumardi (27/2) dan dihadiri KH Muhdlor Mahmud (Pesantren Sidogiri, Pasuruan), serta pengurus dari 29 provinsi dan 316 cabang, ia mengatakan IPI siap bekerja sama dengan TNI.
"Pengurus DPP juga ada yang jenderal dan kehadiran Pangdam juga membuktikan bahwa bangsa ini kuat karena kolaborasi TNI dengan santri sejak dulu. Kami akan menyiapkan 5.000 iPad untuk pesantren digital, lalu seribu iPad untuk mencetak santripreneurship dan menangkal radikalisasi, dan sebagainya," katanya.
Dalam sambutannya, Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Sumardi meminta dukungan para ulama dan santri dalam menangkal radikalisme, terorisme, dan liberalisme. "Saya kira para ulama dan santri dalam dakwahnya dapat mengingatkan masyarakat untuk tidak melakukan kekerasan, teror, dan pergaulan bebas. Narkoba adalah salah satu dampak dari liberalisme atau pergaulan bebas itu," katanya.