Ahad 28 Feb 2016 18:40 WIB

Program Indonesia Terang akan Gunakan Energi Baru Terbarukan

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Nur Aini
Warga melakukan isi ulang pulsa listrik di salah satu perumahan, Jakarta, Senin (30/11).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Warga melakukan isi ulang pulsa listrik di salah satu perumahan, Jakarta, Senin (30/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengatakan, Program Indonesia Terang (PIT) yang akan diluncurkan Kementerian ESDM dimaksudkan untuk mempercepat elektrifikasi di desa-desa tertinggal. Ia menyebut, anggaran dari APBN per tahun hanya cukup untuk menerangi 120 titik (desa).

"Berarti kalau 12 ribu desa butuh seratus tahun. Itulah makanya butuh ada percepatan," ujarnya dalam jumpa pers tentang program Indonesia Terang di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Ahad (28/2).

Sebagai tindaklanjutnya, seluruh program ini akan berbasis data. Untuk itu, ia mengaku sudah bertemu dengan Kementerian Pembangunan Desa Tertinggal untuk mensinergikan program tersebut.

"Di sana ada pengembangan wilayah, kita lengkapi listriknya. Kunci pengembangan wilayah, ada di listrik. Hub nya harus Bappenas, anggaran harus disediakan Kementerian Keuangan," ujarnya.

Ia menilai keempat pihak yakni ESDM, PDT, Bappenas, dan Kemenkeu harus memiliki satu semangat dan langkah yang sama, terlebih untuk wilayah timur secara lebih spesifik dengan terdiri atas banyak kepulauan. Oleh karenanya, dibandingkan menarik kabel antarpulau, maka yang bisa dikembangkan adalah memanfaatkan sumber setempat, energi baru terbarukan (EBT).

"Kami harus identifikasi dan inventarisir sumber EBT yang ada di sana. Meskipun dengan APBN sekuat tenaga yang kita sampaikan, maksimal kemampuan kita hanya 120 desa. Kemampuan pemerintah atau APBN sangat-sangat terbatas. Anggaran akan didobel dan triple tahun depan, kita memungkinan pihak swasta terlibat," katanya menambahkan. (Baca juga: Program Indonesia Terang Diluncurkan untuk Listriki Daerah Tertinggal)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement