REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan sebuah kota besar seperti Jakarta, hendaknya mampu menyelaraskan antara kebutuhan masyarakat perkotaan modern dengan alam. Upaya menjaga keseimbangan antara kebutuhan masyarakat dan alam bisa dilakukan salah satunya dengan memaksimalkan peran sungai dan menjaganya dari pencemaran.
Menurut Penasehat Senior Sekolah Desain Universitas Pelita Harapan, Alwi Sjaaf, disela diskusi perkotaan bertajuk "Transforming Lives Human & Cities" Kamis (25/2) provinsi DKI Jakarta saat ini dilewati 9 sungai dari Selatan ke Utara. Namun, tidak satupun dari sungai dipergunakan warganya sebagai tempat berinteraksi. Kondisi demikian karena selama ini pembangunan Provinsi DKI Jakarta belum menyelaraskan dengan sungai dan situ (danau) yang ada.
Sebenarnya desain kota Jakarta pada zaman Belanda sudah selaras dengan alam. Seperti ditepi sungai tidak langsung berdiri bangunan, tetapi dipisahkan jalan kendaraan dan jalan manusia (pedestrian). Tujuannya agar manusia dapat memanfaatkan sungai untuk menangkap ikan atau sebagai lokasi untuk bersosialisasi, namun seiring berjalannya waktu terjadi perubahan pada fungsi sungai.
Bangunan sekarang sebagian besar membelakangi sungai, tidak menyisahkan ruang terbuka, serta menjadikan sungai tempat pembuangan sampah dan limbah rumah. "Sebagian besar sungai yang melewati Jakarta sudah kotor dan bau," tutur Alwi.
Diakuinya bukan pekerjaan mudah untuk mengembalikan Jakarta sebagai kota yang ramah dengan alam. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berupaya membenahi sungai, situ, dan ruang terbuka hijau. Seharusnya langkah itu diikuti partisipasi warganya dengan tidak membuang sampah di sungai. Pemprov DKI berupaya merevitalisasi waduk Ria-Rio di Jakarta Timur sehingga warga kini dapat berinteraksi di taman-taman yang disediakan di pinggir waduk.
Peneliti masalah perkotaan, Helle Soholt mencontohkan kota New York, AS awalnya sangat padat. Kemacetan kendaraan menjadi pemandangan sehari-hari. Namun sekarang berubah karena pemerintah mengubah jalan raya menjadi tempat pejalan kaki. Masyarakat juga dapat menggunakan sepeda, atau sarana angkutan umum yang nyaman. Ruang terbuka hijau juga lebih banyak sehingga memungkinkan masyarakat berinteraksi secara bebas.