Senin 29 Feb 2016 14:44 WIB

Komisi II Kritisi Kebijakan Penghentian Usulan DOB

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Pemekaran Daerah (ilustrasi)
Foto: pamongreaders.com
Pemekaran Daerah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana pemerintah untuk menghentikan sementara usulan pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) mendapat kritikan dari komisi II DPR RI. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edi mengatakan negara tidak mengenal moratorium terkait pemekaran daerah. Apalagi jika tujuan pemekaran daerah, guna mensejahterakan rakyat.

"Jadi tidak mempertimbangkan negara mampu saja, kalau ada uang, negara ya bagi, sedikit ya bagi, biar makmur bersama," kata Lukman dalam rapat Menteri Dalam Negeri dengan Komisi II DPR, di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (29/2).

Menurutnya, pemekaran daerah merupakan hak konstitusional rakyat. Mereka, lanjutnya, berhak untuk merasakan kemakmuran dan kesejahteraan.

"Jadi ya prinsip pemerataan," kata politisi PKB tersebut.

Ia juga meminta agar pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah terkait Pemekaran Daerah segera dilakukan. Karena menurutnya, hal itu sebagai dasar daerah untuk mempersiapkan pemekaran daerah.

Hal sama diungkapkan, Anggota Komisi II DPR, Komarudin Watubun yang menilai, pemerintah semestinya tidak mengedepankan untung rugi terkait pemekaran daerah. Sehingga menurutnya, Pemerintah jangan sampai berpikir pemekaran daerah justru membebani keuangan negara.

"Pemekaran daerah jangan mikir untung rugi, tapi pemekaran itu kan demi kesejahteraan rakyat," kata Komarudin.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan moratorium terhadap DOB. Hal ini merupakan hasil keputusan bersama dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, terkait usulan DOB untuk 87 kabupaten/kota yang pernah diusulkan pemerintah.

"Membuat daerah otonomi baru nggak mungkin anggaran satu kabupaten/kota dipecah jadi dua. Ini anggaran yang ada dikhususkan untuk infrasturktur dan lainnya ini ditunda dulu," ujar Tjahjo pekan lalu.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement