REPUBLIKA.CO.ID, ALEPPO -- Oposisi Suriah memperingatkan bahwa serangan oleh tentara Suriah yang didukung pesawat-pesawat tempur Rusia mengancam kesepakatan gencatan senjata oleh Amerika Serikat dan Rusia. Pelanggaran akan melemahkan upaya internasional menjamin kelanjutan gencatan senjata.
Dalam sebuah surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon, oposisi yang berbasis di Riyadh mengatakan, pesawat perang Rusia pada Ahad melancarkan 26 serangan bom ke daerah kelompok pemberontak yang mematuhi gencatan senjata. Mereka juga menuduh Moskow mengerahkan bom cluster di daerah permukiman dan diduga menyebabkan banyak korban sipil.
Namun sumber militer Suriah pada Sabtu (27/2), membantah tentara itu melanggar perjanjian gencatan senjata. Kementerian Pertahanan Rusia menolak berkomentar.
Di bawah perjanjian yang diterima oleh pemerintah Presiden Bashar al-Assad dan banyak oposisi, pertempuran harus dihentikan sehingga bantuan bisa mencapai warga sipil. Gencatan juga diharapkan dapat membuka jalan untuk mengakhiri perang yang telah menewaskan 250 ribu jiwa dan 11 juta warga kehilangan tempat tinggal.
Kepala pusat koordinasi Rusia di Suriah, Sergei Kuralenko, mengatakan rencana berjalan pada umumnya. Tapi ia tak memungkiri ada sembilan pelanggaran gencatan senjata terjadi dalam 24 jam terakhir.
Pemberontak dan Syrian Observatory for Human Rights mengatakan, pesawat perang melanda sedikitnya enam kota dan desa di barat dan utara Aleppo serta desa di pusat Hama.
"Pesawat-pesawat tempur yang diyakini milik Rusia menyerang kota Teir Maalah, di utara Homs, dalam pengeboman kedua beberapa jam dari kota strategis yang tentara telah mencoba dikuasai di masa lalu, untuk memasuki wilayah yang dikuasai pemberontak di utara Homs," kata pemberontak.
Pemberontak mengatakan, serangan di Suriah lebihintens dari Sabtu, tapi tak seburuk sebelum gencatan. "Kami sedang menunggu respon dari negara untuk pelanggaran ini, situasi sedang seimbang sekarang dan menahan diri tak akan bertahan lama," kaya Fares al-Bayoush kepada Reuters.