REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Semua kandidat bersiap mengencangkan ikat pinggang untuk salah satu momen terbesar dalam pencalonan kandidat presiden Amerika Serikat, Senin (29/2).
Dikutip Aljazirah, setelah calon kandidat Presiden AS dari partai Demokrat, Hillary Clinton menangkan pemilihan pendahuluan (primary) South Carolina, Sabtu (27/2), peluangnya untuk maju dari partai Demokrat semakin besar.
Clinton kini mulai melihat kemungkinan untuk bertemu dengan unggulan partai Republik Donald Trump dalam pemilihan umum presiden 8 November mendatang. Tanpa menyebut nama miliarder tersebut, Clinton memperjelas ia telah memilih Trump sebagai nominasi dari Republik untuk pertarungan menuju Gedung Putih.
Sebanyak 11 negara bagian memilih bersamaan dalam Super Tuesday 1 Maret. Dari 11 negara bagian, enam negara bagian di selatan didominasi oleh populasi minoritas. Ini merupakan peluang besar bagi Clinton untuk menang. Pasalnya, mantan Menteri Luar Negeri ini mengumpulkan dukungan kuat dari para pemilih kulit hitam.
Dalam hasil akhir primary, Clinton unggul 48 poin dari Sanders. Hillary amankan 79 persen suara dan Sanders 21 persen. Sembilan dari 10 pemilih kulit hitam, baik perempuan, pria, orang kota, orang pinggiral, liberal maupun konservatif, memilih Clinton. Pemilihnya juga lebih banyak usia muda, yaitu 18-29 tahun.
"Ini waktunya, ini waktunya untuk perempuan di Gedung Putih," kata dia pada pendukungnya yang disambut sorak sorai. Sanders memberikan selamat pada mantan ibu negara ini sambil berjanji untuk terus berjuang dalam kampanye.
Pascakekalahannya di South Carolina, Senator asal Vermont, Sanders kembali dalam rangkaian kampanye. Pada Ahad (28/2) ia menemui para pendukungnya di Minnesota.
Jika Clinton dan Trump menang besar dalam Super Tuesday, maka peluang pasangan ini maju untuk pilpres semakin besar. Ini akan menjadi pertarungan orang luar dan politisi AS. Trump tidak pernah sama sekali terpilih di pemerintahan, sementara Clinton tidak pernah absen dari politik AS selama puluhan tahun.