REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Bank Sentral Cina berencana memperlonggar aturan tentang cadangan kas bank (bank cash reserves) untuk mendorong lebih banyak kredit murah. Dengan memotong rasio cadangan wajib atau reserve requirement ratio (RRR) di sektor perbankan, Bank Sentral Cina berarti menyuntikkan dana hingga 100 miliar dolar AS dari kas jangka panjang. Kebijakan baru ini berlaku per 1 Maret 2016.
Cadangan kas bank adalah dana tunai yang digunakan untuk menjaga keselamatan bank jangka panjang dan jangka pendek. Ini merupakan bagian penting dari tugas manajemen likuiditas untuk menentukan apakah bank tersebut layak dipercaya masyarakat atau tidak.
Keputusan Bank Sentral Cina ini dianggap sejumlah ahli sebagai sinyal bahwa ekonomi terbesar kedua di dunia itu terus melambat. Cina telah menurunkan suku bunganya lima kali dalam setahun dan enam kali sejak November 2014. Ekonom dari the Economist Intelligence Unit, Duncan Innes-Ker menilai langkah ini tentu saja menjadi kejutan bagi investor dan akan menstabilkan sistem keuangan Cina.
"Penurunan suku bunga ini menunjukkan bank sentral berusaha mempertahankan kondisi moneter di tengah iklim ekonomi sedang sulit," katanya, dilansir dari the Guardian, Selasa (1/3).
Innes-Ker menambahkan kebijakan ini di sisi lain menimbulkan kekhawatiran bahwa pinjaman perbankan menjadi di luar kendali. Pada akhirnya, perekonomian Cina tak mungkin bersandar pada pertumbuhan kredit saja, melainkan perlu reformasi lanjutan untuk mendorong produktivitas sektor keuangan.
Intervensi penurunan suku bunga oleh pembuat kebijakan diharapkan menghidupkan kembali perekonomian yang hanya tumbuh 6,9 persen tahun lalu, pertumbuhan terendah dalam 25 tahun terakhir. Beijing juga menggunakan metode lain untuk mendorong pertumbuhan, seperti meningkatkan likuiditas perbankan.