REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Jaringan supermarket di Singapura hingga kini masih memboikot produk tisu Indonesia produksi Asia Pulp & Paper meski perusahaan pilar Sinar Mas ini sudah menjelaskan dan mengklarifikasi ke Menteri Perdagangan negara tersebut mengenai tata cara pengelolaan Hutan Tanam Industri (HTI).
Managing Director Sinar Mas G Sulistiyanto di Ogan Ilir, Selasa (1/3), mengatakan, sampai hari ini boikot tersebut belum dicabut yang sekaligus mengindikasikan adanya suatu persaingan yang tidak sehat dalam industri bubur kertas (pulp) dan kertas saat ini.
"Perusahaan sudah beberapa kali mendatangi pemerintah Singapura terkait pemboikotan ini, tapi pemerintah berkilah bahwa pemboikotan ini dilakukan lembaga sosial masyarakat SEC atau bukan pemerintah," kata dia.
Menurut Sulistiyanto, pemboikotan yang kemudian dilanjutkan dengan kampanye hitam berupa ajakan untuk meninggalkan produk yang dihasilkan sejumlah perusahaan asal Indonesia ini memberikan citra buruk bagi produk industri Tanah Air.
"Perusahaan menemukan muncul berbagai gambar di media sosial yang mencantumkan empat perusahaan yang produknya diboikot. Dua perusahaan merupakan bagian dari APP, tapi dua lagi bukan. Lucunya ditambahkan satu lagi yakni APP, padahal APP ini bukan perusahaan," kata dia.
Sebelumnya, Dewan Lingkungan Singapura (Singapore Environment Council/SEC) mencabut sementara label hijau atau produk ramah lingkungan untuk perusahaan Universal Sovereign Trading (distributor tissu APP) untuk investigasi terkait pembakaran hutan pada pertengahan Oktober 2015.
Terkait pemboikotan ini Menteri Perindustrian Saleh Husin yang dijumpai dalam kunjungan peninjauan pabrik OKI Pulp & Paper saat itu, mengatakan negara akan membantu untuk menyelesaikannya karena berkaitan dengan perkembangan industri pulp dan kertas Tanah Air.
Pada 2016 ini, pemerintah menargetkan industri bubur kertas menembus peringkat enam dari sembilan di dunia setelah dioperasikan pabrik OKI Pulp & Paper di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan pada Oktober 2016.
Kemenperin juga memperkirakan pertumbuhan bakal melesat dua kali lipat pada 2017 setelah pabrik terefisiensi dan termodern di dunia ini sukses memproduksi dua juta pulp/tahun dan 500.000 ton tisu.