REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan yang diambil Kemenkumham terhadap Partai Golkar, dinilai sebagai upaya pemerintah menyelesaikan konflik di tubuh partai berlambang pohon beringin tersebut.
"Apa yang dibuat Kemenkumham itu, salah satu langkah yang diinginkan pemerintah agar Golkar sebagai salah satu aset bangsa ini, bisa berperan lebih maksimal," kata pakar politik dari Universitas Andalas (Unand), Asrinaldi saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (2/3).
Artinya, ia menjelaskan, langkah tersebut untuk mencegah konflik Golkar berlarut-larut. Serta cara pemerintah untuk mengakui kedua kubu partai berlambang pohon beringin itu.
"Artinya Agung (Agung Laksono) dan Ical (Aburizal Bakrie) dalam kepengurusan Riau, sebagai ketua dan wakil ketua. Itu cara politik sebenarnya yang dikeluarkan Kemenkumham, dan itu hanya berlaku enam bulan," ucap Koordinator Prodi Magister Ilmu Politik di Unand itu.
Namun, Asrinaldi mengatakan, apabila Aburizal Bakrie tetap bersikeras, kepengurusannya sudah sah karena diakui Mahkamah Agung (MA). Serta membatalkan rencana Munaslub, maka konflik ditubuh Partai Golkar tidak akan selesai.
"Saya pikir, itu tak akan selesaikan masalah," ujarnya.
Sebab, kendati di sisi Ical sudah dapat kepastian hukum, namun kubu Agung akan tetap mengupayakan peninjauan kembali. Bahkan, dampak terfatal, kubu Agung akan membuat partai baru yang diyakini lebih merugikan Golkar sendiri.
Asrinaldi menuturkan, jika melihat pada perundang-undangan Indonesia, secara hukum putusan MA lebih kuat daripada Kemenkumham. Namun, persoalannya, putusan MA hanya menyoal ihwal legal standing. Sementara kebijakan Kemenkumham, ia melanjutkan, berdasarkan kronologi yang ada.