REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA –- Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardoyo mendorong agar sektor industri melakukan transaksi dengan menggunakan mata uang rupiah, sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang penggunaan rupiah dalam setiap transaksi di wilayah Indonesia.
Menurutnya, transaksi rupiah tersebut dapat membantu industri tetap bertahan di tengah kondisi perekonomian global yang masih belum pulih.
“Kami melihat bahwa beberapa sektor khusus di industri masih memerlukan penyesuaian dalam bertransaksi dengan mata uang rupiah, dan kami memahami cukup banyak industri yang masih memerlukan bahan baku serta bahan antara dalam bentuk impor,” ujar Agus usai bertemu dengan Menteri Perindustrian di Jakarta, Rabu (2/3).
Agus menjelaskan, ada beberapa industri yang sudah melakukan penyesuaian dengan cepat yakni industri logam, industri kima, dan industri tekstil. Kecepatan transisi ini dapat membantu mengurangi transaksi valas di dalam negeri. Agus menyebutkan, pada 2015 lalu, transaksi valas mencapai 7 miliar dolar AS per bulan, namun jumlah tersebut sekarang sudah turun menjadi 4 miliar dolar AS per bulan.
“Artinya komitmen dari semua pihak untuk menjalankan aturan yang dikeluarkan BI sudah semakin tertib, dan kemungkinan transaksi valas masih bisa turun lagi,” kata Agus.
Agus mengatakan, BI masih memberikan kesempatan kepada sektor industri untuk melakukan penyesuaian transaksi dengan menggunakan rupiah. Agus menekankan bahwa transaksi yang paling krusial di sektor industri yakni terkait energi, seperti gas, batubara, dan minyak. Sebab, sebagian besar transaksi energi untuk industri di dalam negeri masih menggunakan valas.
Terkait hal ini Agus menegaskan bahwa, jika energi gas, batubara, dan minyak mentah ditujukan untuk keperluan ekspor maka transaksi bisa dilakukan dalam valas. Namun, jika energi tersebut dijual ke perusahaan dalam negeri dan di wilayah teritorial Indonesia maka harus melakukan transaksi dalam rupiah. Menurut Agus, masih ada beberapa perusahaan yang melakukan transaksi di dalam negeri dengan menggunakan valas sehingga diperlukan pendekatan agar bisa segera transisi.
“Kami harus memahami masing-masing sektor dan sub sektor industri, karena masing-masing punya karakteristik. Ada industri yang bahan bakunya impor jadi ada risiko valas, namun ada pula sektor industri yang memperoleh pembiayaan dalam valas sehingga perlu pembicaraan dengan krediturnya,” ujar Agus.
Agus menjelaskan, sektor industri dari hulu sampai hilir sudah berkomitmen untuk menggunakan rupiah dalam setiap transaksi di dalam negeri. Sedangkan sektor indusri yang berada di tengah-tengah yakni rantai pasok masih ada yang melakukan transaksi dalam valas. Menurutnya khusus sektor rantai pasok, BI akan membuka diri untuk melakukan pembicaraan lebih lanjut dan mendengarkan masukan dari pihak-pihak terkait agar bisa segera ditetapkan. Selain itu, BI juga meminta agar para eksportir melepas dolar AS untuk menguatkan rupiah.