REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat kembali menggelar sidang terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS) Alex Usman, dengan agenda pembacaan tuntutan. Pada persidangan tersebut, Jaksa Penuntut Umum (PJU) menuntut Alex dihukum 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp 500 juta.
"Apabila (denda) tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman 6 bulan kurungan," kata Jaksa Tasjrifin MA Halim di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Jakarta, Kamis (3/3).
Alex tidak harus mengganti kerugian negara karena belum sempat menikmati uang hasil korupsi tersebut. Adapun yang harus mengganti kerugian negara adalah mereka yang menikmati hasil korupsi tersebut.
Beberapa hal yang meringankan, menurut jaksa, adalah karena Alex belum menikmati hasil korupsinya, masih memiliki tanggungan keluarga dan bersikap kooperatif dalam persidangan. Alex juga mengakui kesalahannya serta belum pernah dihukum sebelumnya.
"Adapun yang memberatkan adalah karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi," kata Jaksa.
Ditemui seusai persidangan, Alex mengaku kaget kenapa pengadaan UPS tersebut masul ke dalam APBD-P 2014. Padahal, Alex baru merencanakan pengadaan UPS dalam APBD-P 2015.
"Saya juga kaget kanapa ini (pengadaan UPS) muncul pada anggaran 2014. Saya memang merencanakan, tapi itu rencananya masuk dalam anggaran 2015," kata Alex.
Saat ditanya, siapa yang memasukan pengadaan UPS tersebut ke dalam APBD-P 2014, Alex mengaku tidak tahu. Terlebih, itu bukan lah kewenangan dirinya yang hanya menduduki jabatan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
"Bayangkan kalau seorang gubernur saja tidak tahu, apalagi saya yang hanya pejabat PPK dan hanya pejabat eselon empat. Saya levelnya hanya perencanaan dan saya tidak mengetahui apalagi masalah anggaran," kata Alex.
Alex juga mengaku ada permintaan dari sekolah-sekolah dalam pengadaan UPS tersebut. Permintaan tersebut tak lain karena sulitnya menambah daya listrik. "Ada permintaan (UPS) dari sekolah-sekolah. Kalau melihat sekolah-sekolah di Jakarta Barat itu sangat kesulitan listrik dan untuk menambah daya itu sangat sulit," kata Alex.
Kasus ini bermula saat Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mencurigai penganggaran UPS yang tidak sesuai dengan kriteria nota kesepahaman 2014. Menurut Ahok, UPS tak lebih mendesak dibanding rehabilitasi gedung sekolah. Alhasil, Ahok melaporkan keanehan tersebut ke Badan Reserse Kriminal Polri.
Dalam kasus pengadaan UPS pada APBD-P 2014 yang merugikan negara Rp 81,4 miliar tersebut, Bareskrim telah menetapkan beberapa tersangka selain Alex Usman. Dari pihak eksekutif, ada Zaenal Soleman. Saat pengadaan, Zaenal menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan UPS Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Pusat.
Sementara itu, dua tersangka lainnya dari pihak DPRD, yaitu Muhammad Firmansyah dari Fraksi Partai Demokrat dan Fahmi Zulfikar dari Fraksi Partai Hanura. Keduanya diduga terlibat dalam kasus UPS saat sama-sama menjabat di Komisi E DPRD DKI periode 2009-2014.