Jumat 04 Mar 2016 16:41 WIB

Hanura Ikut Dukung RUU LGBT

Rep: Agus Raharjo/ Red: Achmad Syalaby
 Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Bandung Raya menggelar aksi menolak LGBT di Balai Kota Bandung, Jumat (19/2).
Foto: Republika/ Edi Yusuf
Sejumlah massa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Bandung Raya menggelar aksi menolak LGBT di Balai Kota Bandung, Jumat (19/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Hanura menyebut persoalan lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) sebagai penyakit menular yang berbahaya. Jadi, dibutuhkan kehadiran negara untuk mengatur serta meminimalkan LGBT di Indonesia. 

Sekretaris Jenderal Hanura Berliana Kartakusumah menegaskan, penolakan LGBT perlu dibuat dalam payung hukum yang jelas.

“UU (tolak LGBT) saya sangat setuju, regulasi negara harus mengatur, hal ini sangat penting,” tutur Berliana dalam diskusi “Tolak LGBT dengan Payung Hukum” di ruang Fraksi Hanura, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (4/3).

Namun, urusan pembuatan UU ini diserahkan sepenuhnya pada DPR dan pemerintah. Hal yang pasti, kata Berliana, negara harus membuat aturan yang tegas untuk menolak gerakan LGBT di Indonesia. Menurut dia, ada beberapa alasan kuat yang membuat gerakan LGBT harus dilarang di Indonesia. 

Pertama, semua agama yang diakui di Indonesia menyebutkan LGBT dilarang. Kedua, LGBT juga bertentangan dengan Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia. “Tiga, LGBT bertentangan dengan nilai dan budaya masyarakat Indonesia,” ujar Berliana.

Berliana melanjutkan, LGBT juga bertentangan dengan fitrah kemanusiaan. Menurutnya, kalau setiap orang berpendapat soal LGBT menurut hati nuraninya, pasti akan mendapat jawaban bahwa penolakan terhadap gerakan itu. 

Terakhir, LGBT menjadi penyakit menular yang membahayakan kelestarian hidup manusia. Artinya, LGBT ini dinilai sangat mengancam kelestarian hidup manusia kalau tersebar secara masif. (Baca: Fraksi PAN Dukung Usulan RUU Anti LGBT).

Hal ini sudah terbukti pada beberapa negara di Eropa, bahkan Asia yang memiliki tingkat kelahiran memprihatinkan, seperti Inggris, Jerman, Singapura, dan Jepang.

Di Singapura, kata dia, negara memberikan insentif bagi penduduknya yang ingin cepat menikah. Hal itu untuk menjaga tingkat pertumbuhan penduduk. Sebab, negara-negara itu sudah mendapat predikat sebagai bangsa tua karena sebagian besar penduduknya berusia tua. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement