REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di Masjid Songjiang, penggunaan merah warna tua dan kuning digunakan menutupi luka pada kayu akibat ukiran. Ada dua jenis ukiran yang terdapat pada kayu- kayu tersebut. Pertama, ukiran dengan aksara Cina dan aksara Arab klasik atau kaligrafi.
Di sinilah dominasi Cina tampak pada interior masjid yang mampu menampung sekitar 1.500 jamaah secara bersamaan. Eksterior Selain pada interior, dominasi seni Cina juga terdapat pada bagian luar atau eksterior masjid. Bahkan, bisa dikatakan, pada bagian luar masjid yang memiliki luas total 4.900 ini, hampir sa ma sekali tidak terdapat ciri khas seni Timur Tengah yang selalu ada pada masjid.
Pertama, dominasi ciri khas Cina ini bisa terlihat pada pintu gerbang utama dengan atap yang model atapnya melengkung dan lancip di ujungnya. Model atap Masjid Songjiang ini mengambil karakter Ngang San. Meski demikian, banyak jenis atap model lain di Cina, seperti H Suan Shan, Tsuan Tsien, Hsuan Shan, dan Wu Tien.
Pada bagian eksterior, masjid juga memiliki ruangan terbuka. Ruangan terbuka pada eksterior ini lebih mementingkan fungsi dari seni, yakni sebagai taman. Courtyard di sini memiliki lahan lebih luas daripada ruang utama masjid, keadaannya juga lebih asri dengan banyak tanaman hias, seperti rumput jepang yang tertanam di area khusus tanaman.
Unsur lain pada Masjid Songjiang ini adalah adanya patung naga. Patung naga ini terukir secara permanen pada pagar bertembok. Ukiran naga ini diukir pada bibir tembok sehingga menyelimuti ujung tembok masjid.
Untuk menambah kesan elegan, ukiran naga ini diberi warna hitam, sementara temboknya menggunakan warna putih. Warna lain, seperti corak hitam, juga menghiasi bagian atap masjid yang bahannya terbuat dari pasir ringan yang biasa digunakan membuat batako.
Demikian beberapa dominasi ciri khas Cina yang menghiasi Masjid Songjiang. Renovasi Masjid ini telah mengalami beberapa kali renovasi sejak berdiri. Perbaikan pertama setelah dibangun pada masa Dinasti Yuan sekitar 1271-1368.
Renovasi tersebut dilakukan oleh Dinasti Ming sekitar 1368-1644.
Untuk perbaikan kedua dilakukan oleh Dinasti Qing sekitar 1644-1911 dengan bentuk seperti saat ini. Pada 1954, Pemerintah Provinsi Jiangshu memperbaruinya. Mulai pada 1985, masjid ini diperbaiki secara besar-besaran dan rampung pa- da 1989. Namun, pada 1998, masjid ini kem bali direnovasi atas dukungan biaya pemerintah setempat.