REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Perempuan yang bekerja di sebuah perusahaan wajib mendapatkan hak khusus sebagai pekerja wanita. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang (UU) No. 13 Tahun 2003 yang mengatur hak yang diberikan kepada pekerja perempuan.
Namun, nyatanya masih ada perempuan yang tidak mendapatkan hak seperti yang diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tersebut. Di mana dalam aturan tersebut tercantumkan hak pekerja perempuan di antaranya mendapatkan cuti saat haid serta disediakan sarana prasarana khusus untuk elaktasi.
Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Kota Bandung Hermawan mengatakan masih banyak perusahaan yang melanggar aturan. Hanya saja minimnya publikasi dan perhatian pemerintah membuat perusahaan seolah tutup mata.
"Banyak sekali sebetulnya di Bandung yang masih belum memberikan hak sesuai UU Nomor 13 tahun 2003 itu. Cuma banyak yang tidak pernah dipublikasi. Jadi dianggap tidak terlalu penting," kata Hermawan kepada Republika, Senin (7/3).
Ia menilai hak cuti melahirkan, haid ataupun penyediaan sarana yang mendukung kegiatan perempuan sangat penting. Apalagi sudah dibuat Undang-Undang yang menunjukkan perhatian khusus dari pemerintah pusat.
Hanya saja, ujar dia, kesadaran perusahaan terasa sangat minim akan hal itu. Sebab masih banyak pekerja juga yang tidak berani memperjuangkan.
Hal ini dinilainya diperparah dengan pengawasan dari pemerintah yang sangat kurang. Pengecekan dan sosialisasi imbauan diwujudkannya hak pekerja perempuan belum terlihat aktif.
Ia berharap ke depannya penegakan hukum harus diberlakukan. Ancaman hukuman tentunya akan membuat perusahaan takut dan akhirnya sadar. Ditambah dengan pengawasan pemerintah yakni Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) yang harus ditingkatkan.
"Kesadaran perusahaan yang harus dimunculkan dengan penegakan hukum serta pengawasan ketat. Bahkan kalau perlu harus dikeluarkan imbauan langsung dari wali kota agar perusahan menyediakan," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Disnaker Kota Bandung Tono Rusdiantono mengaku belum ada laporan keluhan mengenai tidak dipenuhinya hak pekerja perempuan. Meskipun ia tidak memungkiri hal tersebut masih banyak terjadi.
"Selama ini belum ada laporan jadi walaupun memang sepertinya masih ada," kata Tono ditemui terpisah.
Ia menilai pekerja perempuan tampak tidak terlalu mempermasalahkan hal tersebut sehingga tidak ada laporan kepada pihaknya. Mereka menganggap pekerjaan sama seperti karyawan lainnya.
Kepala dinas yang baru dilantik satu bulan lalu ini mengaku pihaknya juga fokus menyejahterakan pekerja perempuan. Ia berencana bulan April mendatang akan membuat sosialisasi ke perusahaan-perusahaan terkait hak pekerja perempuan yang harus dipenuhi.
"Pihak kami akan mendatangi perusahaan yang ada di seluruh Bandung insya Allah April mulai. Karena kita tiap tahun memang ada sosialisasi dan pembinaan terkait ketenagakerjaan," ujarnya.
Diharapkan dengan begitu, perempuan yang bekerja dapat dipenuhi haknya. Karena baginya hak tersebut memang yang diberikan khusus sebagai bentuk perhatian pemerintah.
Hingga Februari 2016 ini, Disnaker Kota Bandung mencatat ada 4142 pekerja perempuan yang terdaftar di berbagai bidang perusahaan. Di antaranya seperti industri pertanian, pertambangan, konveksi, pengolahan, hingga listrik dan bangunan.
Sesuai dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 setiap pekerja wanita mendapatkan hak khusus sesuai dengan kebutuhan perempuan yang berbeda dengan laki-laki.
Di antaranya disebutkan dalam pasal 81 perempuan berhak mendapat cuti pada hari pertama kedua saat haid. Pada pasal 82 wanita diberikan cuti hamil dan melahirkan. Sementara pada pasal 83 bagi wanita yang yang memiliki anak diberikan ruangan khusus guna menyusui ataupun memerah asi.