Senin 07 Mar 2016 20:28 WIB

Cukai Tembakau, Masihkah Jadi Andalan Pemerintah?

Petani memetik daun tembakau bagian atas yang tersisa.
Foto: ANTARA
Petani memetik daun tembakau bagian atas yang tersisa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA  -- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan mencatat ada penurunan penerimaan bea cukai di periode Januari sampai Februari 2016. Penurunannya mencapai 64 persen dari nilai tahun lalu sebesar Rp 22,5 tiriliun menjadi hanya Rp 8,1 triliun di tahun ini.

Anjloknya penerimaan bea cukai utamanya disebabkan oleh turunnya penerimaan cukai yang mayoritas berasal dari cukai hasil tembakau. Realisasi penerimaan cukai turun dari Rp 17,3 triliun menjadi hanya Rp 2,3 triliun.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Heru Pambudi menjelaskan kenaikan tarif cukai produk tembakau yang berlaku efektif 2016 berpengaruh pada penerimaan. Kenaikan tarif ini mendorong pabrikan memusatkan pemesanan pita cukai di akhir 2015.

Pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan No.20/PMK.04/2015 mengenai Penundaan Pembayaran Cukai Hasil Tembakau juga ikut andil. Aturan ini mengharuskan seluruh pita cukai yang dipesan pada tahun 2015 dilunasi paling lambat 31 Desember 2015, sehingga pembayaran yang seharusnya masuk di bulan Januari sampau Februari 2016 sudah dibukukan di Desember tahun lalu.

Dalam tiga tahun terakhir, volume industri hasil tembakau tidak mengalami pertumbuhan berarti. Menurut data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, volume produksi rokok hanya naik kurang dari satu persen menjadi 348 miliar batang di tahun 2015.

“Belum bisa diprediksi apakah kinerja industri akan mengalami perbaikan di tahun 2016 ini. Industri masih berusaha menyesuaikan dengan pemberlakuan kenaikan tarif cukai dan kenaikan tarif PPN Hasil Tembakau.” kata Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Muhaimin Moefti dalam keterangannya, Senin (7/3).

Moefti melanjutkan, di tahun 2015, penerimaan cukai hasil tembakau berhasil mencapai Rp 139,5 triliun, setara dengan 9,4 persen realisasi penerimaan negara. “Saat ini rokok menyumbang 96 persen dari pendapatan cukai, penting sekali untuk tidak terus menerus membebani IHT dengan berbagai pungutan lain, termasuk jangan ada kenaikan cukai di tengah tahun dengan alasan tidak terpenuhinya target cukai.” lanjutnya.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia (APCI) I Ketut Budiman, dengan menurunnya penerimaan cukai, itu berarti ada beban yang tengah ditanggung oleh produsen rokok. Dengan kenaikan cukai yang tinggi, pabrik rokok akan melakukan efisiensi. “Tentu ini akan mengorbankan industri dari hulu hingga hilir,” katanya.

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (GAPERO) Jawa Timur Sulami Bahar meminta agar pemerintah tidak lagi membebani industri tembakau dengan pajak dan cukai tinggi, lebih baik pemerintah membuat grand design bagaimana melindungi pabrik rokok dari ancaman gulung tikar.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement