REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Empat wali murid dari Surabaya resmi mengajukan permohonan uji materi UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang telah diajukan 7 Maret 2016.
Pemohon terdiri atas Ketua Komite SMAN 4 Surabaya Bambang Soenarko, Ketua Komite SMPN 1 Surabaya yang juga wali murid SMAN 5 Surabaya Enny Ambarsari, Radian Jadid dan Wiji Lestari. Mereka menunjuk tim kuasa hukum, antara lain, Edward Dewaruci, Nonot Suryono, Dwi Istiawan dan Riyanto.
Gagasan untuk menggugat UU 23 tentang Pemerintah Daerah, terutama pada pasal pengelolaan SMA/SMK yang akan dialihkan dari kabupaten/kota ke provinsi bukan tindakan tiba-tiba.
"Semuanya sudah mengalami kajian, sedangkan kami hanya perwakilan setelah melalui musyawarah dengan wali murid," kata Ketua Komite SMAN 4 Surabaya, Bambang Soenarko di Surabaya, Senin.
Bambang mengatakan landasan gugatan itu merupakan UU sistem pendidikan nasional, kemampuan Kota Surabaya membiayai sendiri pendidikan SMA/SMK serta kewajiban pemerintah daerah kepada warganya, sehingga diharapkan MK segera menyidangkan.
Sementara itu, Kuasa Hukum Pemohon Edward Dewaruci mengatakan, permohonan pengujian materiil UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah khususnya pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A), tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pendidikan dalam sub urusan manajemen pendidikan.
"Melalui gugatan ini, para wali murid berharap Mahkamah Konstitusi tetap menyerahkan pengelolaan SMA/SMK pada pemerintah Kota Surabaya," katanya.
Menurut Edward, pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) tentang pembagian urusan pemerintah bidang pendidikan dalam sub urusan manajemen pendidikan UU 23/2014 memberikan kerugian konstitusional bagi para pemohon.
Menurut dia, kerugian konstitusional yang ditimbulkan oleh pasal a quo berupa potensi kehilangan jaminan bagi warga negara yang tidak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi.
"Sebagaimana dijamin pasal 28C ayat (1) UUD 1945 dan hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana diatur dalam pasal 28D ayat (1) serta pasal 31 ayat (1) dan (3) UUD 1945," katanya.
Dia mengatakan, dengan berlakunya Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) UU Pemda akan terjadi beralihnya kewenangan pengelolaan pendidikan tingkat menengah, khusus kepada pemerintah daerah provinsi.
"Hal ini akan menghilangkan kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota yang secara mandiri telah dan mampu melaksanakan pengelolaan pendidikan tingkat menengah yang diterapkan di daerahnya," tuturnya.
Kerugian potensial, kata dia yang akan diterima para pemohon setelah berlakunya ketentuan Pasal 15 ayat (1) dan (2) serta lampiran huruf (A) UU Pemda, adalah hilangnya keuntungan konstitusional dalam jaminan pelayanan pendidikan yang telah diterima para pemohon sebelumnya.