REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Beberapa tokoh ulama dan kiai di DKI Jakarta yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) menemui Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon.
Kedatangan mereka untuk mengadukan persoalan penegakan hukum di DKI Jakarta yang dinilai tebang pilih, bahkan mandul. Juru Bicara Front Pembela Islam (FPI) Munarman mengatakan, kedatangan mereka untuk meminta DPR RI menggunakan kewenangannya dalam pengawasan terhadap lembaga negara. Khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian.
Menurut Munarman, GMJ sudah melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) ke Polda Metro Jaya dan KPK. Namun, laporan tersebut sampai sekarang belum juga ditindakanjuti.
Dia menjelaskan, GMJ bahkan sudah tiga kali mendatangi KPK untuk melaporkan Ahok terkait beberapa kasus yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Dalam audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bahkan mengindikasikan ada kerugian negara di persoalan Sumber Waras. Namun, sekali lagi, KPK seperti masih tenang dan tidak melakukan tindakan apapun.
“Kenapa KPK tidak menggunakan kewenangannya atau istilahnya mandul ketika berhadapan dengan DKI Jakarta,” tutur Munarman usai menemui pimpinan DPR, Selasa (8/4).
Padahal, imbuh dia, ada dugaan kerugian negara yang sangat besar akibat apa yang dilakukan Ahok selama menjadi PLT Gubernur DKI Jakarta. Kalau di kasus Sumber Waras hanya menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 191 Miliar, masih ada beberapa kasus lain yang total kerugiannya mencapai lebih dari Rp 1 Triliun.
Dia menjelaskan, kasus ini seharusnya menarik KPK untuk cepat mengusut. Terlebih, sudah ada hasil audit dari BPK yang juga menyatakan ada indikasi kerugian negara akibat kebijakan yang diambil Gubernur DKI Jakarta pengganti Joko Widodo tersebut.
GMJ sudah melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya dan KPK sejak tahun 2014 lalu. Namun, hingga saat ini kasus itu tidak pernah ada perkembangan. Jika berkaca pada kasus serupa di daerah-daerah di Indonesia, KPK langsung inisiatif untuk menangkap pejabat daerah bahkan tanpa adanya audit dari BPK. Seharusnya hal itu membuat KPK juga berinisiatif untuk segera mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Ahok. Terlebih, nilai total kerugian yang diakibatkan kebijakan Ahok, sekitar Rp 1,8 Triliun.
“Totalnya ada kerugian langsung yang dilakukan PLT lebih kurang total kerugian Rp 1,8 Triliun, ini luar biasa besar, ini grand corruption, menjadi aneh kalau kerugian Rp 1,8 Triliun ini tidak dianggap KPK, sebagai satu temuan yang berharga dari tindak pidana korupsi di DKI,” tegas Munarman.
Munarman menambahkan, GMJ dan ulama serta kiai di seluruh Jakarta berencana akan kembali mendatangi KPK untuk memertanyakan perihal kasus tersebut. Sebab, sudah sejak tahun 2014 GMJ melaporkan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan Ahok di DKI Jakarta.