Selasa 08 Mar 2016 21:38 WIB

Matahari yang Berbahaya, Bukan Gerhana

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Agung Sasongko
Gerhana Matahari
Foto: science.co
Gerhana Matahari

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia akan dilalui gerhana matahari total (GMT) pada Rabu (9/3). Banyak perbedaan yang terjadi dalam masyarakat ketika merespons GMT. Astronom ITB Suhardja D Wiramihardja mengatakan masyarakat kini semakin teredukasi tentang fenomena alam ini.

Dia mengatakan gerhana tidak berbahaya, mataharilah yang berbahaya. Dia menjelaskan sesaat sebelum gerhana matahari, bulan perlahan akan menutup matahari. Pada puncak gerhana, bulan menutup total permukaan matahari. Menjelang gerhana berakhir, bulan mulai meninggalkan matahari.

Proses bulan meninggalkan matahari terjadi secara tiba-tiba karena memang puncak gerhana umumnya paling lama hanya berlangsung selama 7 menit. Kali ini, di Indonesia puncak gerhana rata-rata hanya berlangsung selama dua menit.

Saat bulan mulai meninggalkan matahari perlu diwaspadai sebab prosesnya berlangsung begitu cepat sementara proses pupil membesar relatif lebih lambat. Kadang, mata terlambat mengantisipasi munculnya matahari setelah gerhana. Jika pupil mata belum siap menerima cahaya matahari, hal ini bisa berdampak merusak mata.

"GMT tidak berbahaya asal dilihat dengan benar, yang berbahaya itu mataharinya," kata dia, saat ditemui, Selasa (8/3) di sela-sela ekspedisi GMT menuju Belitung.

Untuk melihat matahahari secara aman, diperlukan alat dengan filter 100 ribu kali lebih rendah dibandingkan sinar matahari biasa. Fiter ini harus menyaring pada semua panjang gelombang. Tidak hanya warna-warna tertentu saja atau panjang gelombang tertentu saja.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement