REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT -- Harapan masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menyaksikan gerhana matahari total akhirnya gagal karena Kota Sampit yang menjadi lintasan gerhana diguyur hujan sejak Rabu (9/3) subuh.
"Walaupun kita tidak bisa menyaksikan langsung gerhana, tapi kita bisa merasakan kegelapannya. Kita jadikan ini sebagai pengingat tentang salah satu kekuasaan Allah. Dalam Islam, kita disunnahkan melaksanakan shalat kusuf," kata Ketua Majelis Ulama Indonesia Kotawaringin Timur (MUI Kotim) KH Abdul Hadi Riduan saat pelaksanaan shalat kusuf di Sampit, Rabu.
Antusias masyarakat untuk menyaksikan fenomena langka itu sangat luar biasa. Meski masih diguyur hujan, ratusan warga berkumpul di ikon kota Sampit yakni Patung Ikan Jelawat di pinggir Sungai Mentaya yang memang menjadi pusat keramaian menyambut gerhana matahari.
Mereka menatap ke arah sungai yang merupakan arah matahari terbit. Namun harapan mereka tidak membuahkan hasil karena hujan masih mengguyur dan matahari sama sekali tidak terlihat karena tertutup mendung padahal gerhana matahari di kota ini terjadi mulai pukul 06:23 WIB.
Tanda-tanda gerhana matahari total hanya dapat dirasakan masyarakat di daerah ini saat puncaknya pada pukul 07:27 WIB. Langit menjadi gelap gulita seperti malam hari sekitar 2,08 menit, menandakan gerhana matahari total sedang terjadi.
Seketika suasana haru terasa di objek wisata kota itu. Ratusan warga mengumandangkan shalawat Nabi dan seraya memuji kebesaran Allah SWT. Bahkan beberapa pengunjung ada yang terisak menahan tangis menyadari bukti kekuasaan Allah melalui fenomena gerhana matahari total.
"Fenomena alam ini kita maknai untuk memperkuat keimanan kita kepada Allah dan meningkatkan amal ibadah. Walaupun kita tidak bisa melihat gerhana secara langsung, tapi kita tadi bisa merasakannya," kata Bupati H Supian Hadi.