REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Jakarta sedikit melunak untuk menyelenggarakan muktamar.
Sekretaris Jenderal PPP hasil Muktamar Jakarta, Achmad Dimyati Natakusumah menegaskan, pihaknya telah bersedia untuk islah dan membahas muktamar lagi untuk menyatukan PPP. Namun, pelaksanaan muktamar harus berdasarkan kepengurusan Jakarta yang sudah disahkan oleh Mahkamah Agung (MA).
“Dasarnya dari muktamar Jakarta, nanti kalau sudah muktamar luar biasa, mau ganti kepengurusan juga boleh, Romi Ketua Umu juga boleh, Ketumnya siapapun boleh,” tutur Dimyati pada Republika, Rabu (9/3).
Dimyati menambahkan, seharusnya Menteri Hukum dan HAM memfasilitasi pembentukan panitia muktamar untuk islah ini. Dalam keputusannya, imbuh Dimyati, seharusnya Menkumham menyatukan dua kubu, Jakarta dan eks Surabaya ditambah lagi eks Bandung untuk melaksanakan muktamar.
Apakah itu muktamar IX atau muktamar luar biasa VIII. Namun, sekali lagi, hasil putusan MA menjadi pertimbangan dalam pembentukan panitia muktamar ini. “MA tidak dilecehkan, AD/ART tidak dilanggar,” tegas Dimyati.
Mantan Ketua DPP PPP hasil muktamar Bandung itu juga menegaskan bahwa perpanjangan Surat Keputusan muktamar Bandung ilegal. Sebab, muktamar Bandung sudah tidak relevan lagi. Dalam putusan MA hal itu juga ditegaskan.
Terlebih, muktamar VIII juga sudah dilaksanakan meskipun oleh dua kubu. Jadi, kalaupun akan ada muktamar untuk islah secara menyeluruh, harusnya tetap memertimbangkan putusan MA.
“Dasarnya mengingat dan memerhatikan putusan MA, misalnya dengan ini mengesahkan kepengurusan hasil kesepakatan,” ujar Dimyati.