Rabu 09 Mar 2016 14:20 WIB

Dimyati: Kepengurusan Jakarta Jadi Dasar PPP Muktamar Lagi

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bilal Ramadhan
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan(PPP) kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah bersama sejumlah anggota pengurus PPP Kubu Djan Faridz saat mendatangi Kantor Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Senin (18/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Sekjen Partai Persatuan Pembangunan(PPP) kubu Djan Faridz, Achmad Dimyati Natakusumah bersama sejumlah anggota pengurus PPP Kubu Djan Faridz saat mendatangi Kantor Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Senin (18/1). (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil muktamar Jakarta sedikit melunak untuk menyelenggarakan muktamar.

Sekretaris Jenderal PPP hasil Muktamar Jakarta, Achmad Dimyati Natakusumah menegaskan, pihaknya telah bersedia untuk islah dan membahas muktamar lagi untuk menyatukan PPP. Namun, pelaksanaan muktamar harus berdasarkan kepengurusan Jakarta yang sudah disahkan oleh Mahkamah Agung (MA).

“Dasarnya dari muktamar Jakarta, nanti kalau sudah muktamar luar biasa, mau ganti kepengurusan juga boleh, Romi Ketua Umu juga boleh, Ketumnya siapapun boleh,” tutur Dimyati pada Republika, Rabu (9/3).

Dimyati menambahkan, seharusnya Menteri Hukum dan HAM memfasilitasi pembentukan panitia muktamar untuk islah ini. Dalam keputusannya, imbuh Dimyati, seharusnya Menkumham menyatukan dua kubu, Jakarta dan eks Surabaya ditambah lagi eks Bandung untuk melaksanakan muktamar.

Apakah itu muktamar IX atau muktamar luar biasa VIII. Namun, sekali lagi, hasil putusan MA menjadi pertimbangan dalam pembentukan panitia muktamar ini. “MA tidak dilecehkan, AD/ART tidak dilanggar,” tegas Dimyati.

Mantan Ketua DPP PPP hasil muktamar Bandung itu juga menegaskan bahwa perpanjangan Surat Keputusan muktamar Bandung ilegal. Sebab, muktamar Bandung sudah tidak relevan lagi. Dalam putusan MA hal itu juga ditegaskan.

Terlebih, muktamar VIII juga sudah dilaksanakan meskipun oleh dua kubu. Jadi, kalaupun akan ada muktamar untuk islah secara menyeluruh, harusnya tetap memertimbangkan putusan MA.

“Dasarnya mengingat dan memerhatikan putusan MA, misalnya dengan ini mengesahkan kepengurusan hasil kesepakatan,” ujar Dimyati.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْ حَاۤجَّ اِبْرٰهٖمَ فِيْ رَبِّهٖٓ اَنْ اٰتٰىهُ اللّٰهُ الْمُلْكَ ۘ اِذْ قَالَ اِبْرٰهٖمُ رَبِّيَ الَّذِيْ يُحْيٖ وَيُمِيْتُۙ قَالَ اَنَا۠ اُحْيٖ وَاُمِيْتُ ۗ قَالَ اِبْرٰهٖمُ فَاِنَّ اللّٰهَ يَأْتِيْ بِالشَّمْسِ مِنَ الْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ الْمَغْرِبِ فَبُهِتَ الَّذِيْ كَفَرَ ۗوَاللّٰهُ لَا يَهْدِى الْقَوْمَ الظّٰلِمِيْنَۚ
Tidakkah kamu memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim mengenai Tuhannya, karena Allah telah memberinya kerajaan (kekuasaan). Ketika Ibrahim berkata, “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” dia berkata, “Aku pun dapat menghidupkan dan mematikan.” Ibrahim berkata, “Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah ia dari barat.” Maka bingunglah orang yang kafir itu. Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

(QS. Al-Baqarah ayat 258)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement