REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaring Pengaman Sistem Keuangan (JPSK), tidak akan ada lagi suntikan dana negara atau bail out, kepada bank yang kolaps saat krisis ekonomi terjadi. Sebagai gantinya, bank akan ditekankan untuk proses bail in.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D. Hadad menjelaskan RUU JPSK yang kini sedang dibahas oleh pihaknya bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Kementerian Keuangan, Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), sedang berjalan menuju tahap akhir.
"UU ini menekankan pentingnya proses bail in, artinya itu lawan dari bail out. Jadi lebih banyak menekankan bagaimana proses penyelsaian bank itu diselesaikan dari dalam dari pihak-pihak terkait di dalam, bukan di-bail out dari orang luar terutama pemerintah," kata Muliaman, di Jakarta, Selasa (8/3).
Oleh karena itu, kata Muliaman, penguatannya harus dilakukan dan peran OJK menjadi sangat sentral. Sebab, kemampuan OJK daalam mengawasi kemudian melakukan bail in akan menentukan stabilitas sistem keuangan.
Muliaman mengungkapkan, proses bail in tersebut nantinya akan dituangkan dalam berbagai aturan di OJK, misalnya kewajiban pemilik, bank punya pinjaman dan sebagainya. Menurutnya, konsep bail in ini adalah konsep global, bukan hanya ada di Indonesia.
"Jadi nanti kita sesuaikan dengan struktur hukum di Indonesia. Jadi pada dasarnya bagaimana kita memperkuat kemampuan mencegah krisis itu," katanya.
Menurutnya, UU JPSK yang akan segera difinalisasi dalam waktu dekat ini, akan diatur mengenai salah satunya penguatan modal. Sebab, dengan permodalan yang kuat dengan sendirinya bisa melakukan pencegahan krisis. "Kemarin kan kita di DPR mmfinalisasi beberapa pasal, minggu depan kita dijanjikan untuk finalisasi," ujarnya.