REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi perempuan dalam konteks perubahan iklim dinilai sangat vital dan besar. Sayangnya, peran itu belum berjalan optimal. Bahkan, peran perempuan dalam mitigasi perubahan iklim masih rendah.
Bahkan, dalam konteks organisasi sekalipun. Penilaian itu disampaikan Ketua Umum Kowani Giwo Rubianto Wiyogo dalam dialog perempuan sahabat pengendalian perubahan iklim di Jakarta. "Tampaknya sinergi antarorganisasi perempuan dalam isu besar perubahan iklim masih sangat terbatas dan perlu ditingkatkan," ujar dia.
Untuk itu diperlukan sebuah terobosan untuk bisa meningkatkan peran perempuan sebagai sahabat bumi untuk meredam laju perubahan iklim. Ke depan, ujar Giwo, diperlukan peta jalan yang memberikan wadah dan arah tentang porsi serta keterlibatan perempuan yang kongkrit, berkomitmen dan konsisten menuju perbaikan iklim.
Mencermati dan mempelajari risiko yang bisa terjadi terhadap dampak perubahan iklim, Kowani mengajak semua pihak dan pemerintah untuk sama-sama melestarikan alam. Mitigasi dan adaptasi dinilainya sebagai langkah strategis yang bisa dilakukan perempuan baik secara organisatoris maupun sebagai bagian dari masyarakat.
Mitigasi merupakan sebuah usaha yang dilakukan untuk mencegah, menahan atau memerlambat efek gas rumah kaca yang menjadi penyebab pemanasan global di Bumi. Adapun adaptasi dinilai lebih kepada upaya yang dilakukan untuk menyesuaikan diri terhadap dampak perubahan iklim yang telah terjadi dan dirasakan oleh manusia.
Menurut Giwo, mitigasi saja tidak cukup, demikian pula dengan beradaptasi saja. Keduanya harus berjalan beriringan. Oleh sebab itu, baik mitigasi atau adaptasi sangat penting dilakukan secara bersama-sama dan terintegrasi dalam menghadapi perubahan iklim.