Kamis 10 Mar 2016 12:19 WIB

Pimpinan Ponpes Gontor Minta Pesantren tak Diteror

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Andi Nur Aminah
Suasana aktivitas santri di Pondok Modern Gontor 2 Ponorogo, Jawa Timur.
Foto: Republika/Damanhuri Zuhri
Suasana aktivitas santri di Pondok Modern Gontor 2 Ponorogo, Jawa Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pimpinan pondok pesantren (ponpes) Darusalam Gontor, Hasan Abdullah Sahal, meminta agar pondok pesantren yang ada di Indonesia tak diteror terkait tuduhan telah mengajarkan tindakan radikalisme. Pernyataan ini menanggapi temuan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yang menyebut terdapat belasan pesantren yang diduga memberikan ajaran radikalisme.

"Apa nggak terbalik? Bukan pesantren yang diteror? Jadi saya hanya mengatakan ponpes tidak usah diteror. Umat Islam jangan diteror, termasuk ponpes jangan diteror," kata Kyai Hasan usai menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (10/3).

Menurut dia, teror terhadap pondok pesantren pun juga dilakukan oleh umat Islam sendiri. Sebab itu, ia mengajak masyarakat agar tidak ikut meneror ponpes dengan menuduh telah mengajarkan radikalisme.

Lebih lanjut, ia juga membantah siswa pondok pesantren terlibat dalam penggunaan obat-obatan terlarang. Sebab, aturan yang diberlakukan di pondok pesantren sangat ketat. "Jangankan narkotika, di Gontor merokok saja dilarang. Sehingga Insya Allah anak-anak selamat dari itu," jelas dia. Kyai Hasan menyebut, para pengasuh ponpes selalu melakukan pemeriksaan dan penindakan terhadap para siswanya yang terbukti melanggar aturan.

Sementara itu, Din Syamsudin menambahkan, selama ini pondok pesantren justru menjadi korban terorisme dengan adanya tuduhan-tuduhan tersebut. Ia pun menegaskan, ponpes bukanlah sarang munculnya tindakan terorisme atau radikalisme. "Jadi bukan pusat sarang terorisme justru pesantren jadi korban diteror," kata Din. 

Seperti diketahui, sebelumnya Kepala BNPT Komjend Saud Usman Nasution menyebut terdapat 19 pondok pesantren yang diduga radikal. Ponpes-ponpes yang diduga menjadi salah satu kantong pemasok terorisme itu pun masih menjadi pantauan dan monitoring BNPT. 

Saud mengatakan, para tersangka teroris yang sudah ditangkap berasal dari 19 ponpes tersebut. Beberapa di antaranya bahkan menjadi pengajar dan pengasuh pondok pesantren.

Menurut Saud, BNPT tak hanya memantau dari jauh, tetapi juga masuk dalam jaringan mereka untuk bisa mengetahui gerakan mereka. Saud mengatakan, monitoring yang dilakukan oleh BNPT mulai dari gerakan, kegiatan sehari-hari, dan kajian yang mereka lakukan.

Dari 19 pondok pesantren radikal tersebut, disebutkan di antaranya adalah pondok pesantren yang diasuh oleh Abu Bakar Ba'asyir. Selain itu, Saud mengatakan, beberapa pondok pesantren di daerah Jawa Tengah, Ambon, dan Poso juga ada yang mengajarkan ajaran radikal.

Wapres Jusuf Kalla (JK) pun juga pernah mengomentari temuan tersebut. Menurut dia, jika pondok pesantren (ponpes) tersebut terbukti radikal, maka MUI dan Kementerian Agama perlu mendatangi ponpes-ponpes tersebut.

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement