REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Briptu Dewi kalap. Penyelidikan kasus pembunuhan yang semula ia perkirakan selesai dua hari, menjadi berkepanjangan. Briptu Dewi, yang menyamar sebagai Eni, bagai bertemu dengan jalan buntu. Semua analisa dan upayanya menahan orang-orang yang ia curigai, mentok.
Korban demi korban berjatuhan, termasuk ustadzah Hanum, yang telaten mengingatkan Briptu Dewi untuk menjadi sosok yang lebih baik, mirip Ibunya.
Dalam keadaan putus asa, Briptu Dewi baru sadar ada benang merah yang luput ia perhatikan. Di balik itupun, ternyata ada dendam masa lalu yang masih menuntut balas.
Begitulah film Pesantren Impian merajut lapis demi lapis ketegangan. Di tengah maraknya sinema Islami, film hasil kolaborasi produser Hanung Bramantyo dan sutradara Ifa Infansyah dengan dukungan MD Productions ini berupaya mempersembahkan pendekatan yang berbeda dengan film-film Islami sebelumnya yang lebih banyak mengambil genre drama.
Bahan dasarnya diambil dari novel ‘Pesantren Impian’ karya laris penulis produktif Asma Nadia.
Film dibuka dengan kilasan adegan pembunuhan di sebuah hotel, yang menyisakan sejumlah pertanyaan bagi polisi reserse wanita Briptu Dewi (Prisia Nasution). Penasaran, Briptu Dewi menerima tawaran atasannya untuk pergi ke ‘Pesantren Impian’, pesantren kecil di sebuah pulau yang menyelenggarakan program rehabilitasi eksklusif. Para pesertanya dipilih secara diam-diam oleh jejaring relawan pesantren tersebut.
Pesantren Impian dikelola oleh Gus Budiman (Deddy Sutomo), dibantu asistennya Umar (Fahcri Albar), pasangan ustadz Agam-Ustadzah Hanum (Sita Nursanti) serta seorang dokter (Vika Aditya). Mereka dibantu oleh juru masak Mbok Jum (Usmiati Brohisman) dan seorang penjaga.
Pesantren ini, kata Gus Budiman, ingin memberi kesempatan kedua bagi para peserta program rehabilitasi. Maklum, mereka semuanya dipilih karena punya latar belakang yang kelam. Ada pecandu narkoba, pelaku prostitusi online, istri yang berselingkuh dari suaminya dll.
Briptu Dewi –yang menyamar sebagai pecandu bernama Eni— bukannya tak menyimpan masa lalu yang pahit.
Perjalanan lewat laut dan pemandangan serba hijau di lingkungan pesantren yang memanjakan mata, segera berubah menjadi mencekam, saat salah satu peserta ditemukan terbunuh.
Briptu Dewi dengan sigap mengurung si tersangka, yang ia sudah curigai sejak awal. Ketika korban lain jatuh, Dewi pun menahan tersangka lain. Tapi saat korban berikutnya jatuh, polisi wanita inipun goyah.
Suasana pun makin mencekam. Kondisi alam membuat mereka tidak bisa keluar pulau.
Bagaimana akhir ceritanya? Film yang sanggup bikin penontonnya penasaran selama 90 menit ini sudah bisa Anda saksikan di bioskop kesayangan sejak Kamis, 3 Maret 2016.