REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Seorang pedagang warteg di Jalan Menteng, Kota Bogor, Jawa Barat, mengeluh selama tiga hari terakhir ini ia tidak dapat menyajikan hidangan semur jengkol kepada pelanggannya karena harganya mahal.
"Harga jengkol lebih mahal dari harga ayam," kata Tuti (35) saat ditemui, Jumat (11/3).
Menurut Tuti, harga jengkol meroket dari yang biasanya Rp 18 ribu hingga Rp 20 ribu per kilogram menjadi Rp 35 ribu per kg. Sementara harga ayam potong per kilonya hanya Rp 30 ribu.
"Kalau Rp 35 ribu mana sanggup saya beli, padahal banyak yang menanyakan jengkol. Tapi saya tidak kuat belinya," kata dia.
Tuti yang sudah berjualan warteg sejak 2003 ini biasa membeli jengkol atas permintaan pelanggannya. Untuk berbelanja kebutuhan warteg ia belanja di Pasar Jambu Dua. Sehari ia biasa membeli dua kilogram.
Menurut ibu satu anak tersebut, jika ia membeli jengkol dua kilo seharga Rp 70 ribu, ia tidak mendapatkan keuntungan dan sulit untuk menjual. Pelanggannya hanya buruh kerja dan ibu rumah tangga yang kebanyakan membeli seharga Rp 3.000 sampai Rp 5.000 per porsi.
"Kalau harganya Rp 35 ribu per kilo, saya mau jual berapa. Kalau yang beli cuma Rp3.000 berat saya ngasihnya berapa biji, kalau beli Rp 5.000 paling saya cuma bisa kasih empat biji, itu pun banyak yang protes. Saya juga tidak tahu kenapa harganya mahal, apa karena pengaruh hujan, atau memang lagi sedikit produksinya," kata dia.
Selain karena mahalnya harga jengkol, ia juga dipusingkan dengan harga cabai yang terus melambung. Cabai merah besar yang pekan lalu Rp 40 ribu pe kg, kini menjadi Rp 58 ribu per kg. Cabai rawit merah juga bertahan Rp 48 ribu, cabai rawit hijau Rp 36 ribu. Bawang merah dari Rp 28 ribu kini menjadi Rp 43 ribu, begitu juga dengan bawang putih Rp 40 ribu per kg.
"Pusing harga sekarang, cabai dan bawang mahal semua, padahal itu bahan yang paling penting. Kalau cabai dan bawang sudah mahal begini, beban kita mau jualan," katanya.