REPUBLIKA.CO.ID, Kota Makkah tak bisa disangkal semenjak dahulu selalu jadi impian sekaligus perhatian Muslim asal Indonesia (dulu akrab disebut ‘Muslim Jawah’ atau ‘Muslim Jawa’).Tentu saja jawaban paling mendasarnya karena kota yang sebenarnya berada di pedalaman gurun pasir Arabia itu karena menjadi pusat pelaksanaan ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima.
Di dalam banyak kajian memang perhatian masyarakat ‘Jawah’ ke Makkah seiring dengan masuknya ajaran Islam ke Indonesia. Ketika kepulauan ini masih diliputi ajaran Budha dan Hindu, nama Makkah tak terdengar. Di dalam litelatur kitab kuna maupun prasasti yang berbahasa Sansekerta misalnya, kata Makkah juga tak ditemukan.
Meski orang Nusantara saat itu tak mengenal Makkah, namun seperti dinyatakan sejarawa Taufik Abdullah, para geograf (ahli geografi) dan para pelayar Arab semenjak abad ke-10 telah mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai ‘Jawah’ (kepulauan Nusantara) ini.
Bahkan pulau ‘Zabag’ (Sumatra) mereka telah ketahui semenjak abad ke 7 Masehi. Catatan tentang sosok kepulauan ‘Jawah’ masa itu menjadi makin solid ketika meneliti catatan perjalanan ‘pengelana akbar’, Ibnu Batuttah di Kerajaan Pasai sekitar abad ke 12 M. Di sana jelas bisa diraba adanya hubungan khusus wilayah 'jawah' dengan kawasan Timur Tengah, khususnya Makkah.