Sabtu 12 Mar 2016 17:03 WIB

Soal Konflik Partai, SBY: Andai Kata Seperti Pemerintahan Saya Dulu

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Ilham
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Foto: SBY
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai, pemerintah terlalu ikut campur dalam konflik internal yang membelit Partai Golongan Karya dan Partai Persatuan Pembangunan. Menurut SBY, intervensi pemerintah tersebut membuat situasi rumit berlarut-larut bagi dua partai.

“Yang namanya konflik di tubuh partai, perpecahan, kongres atau munas tandingan, kepengurusan ganda itu bukan hal baru di Indonesia. Kerap terjadi. Tapi, yang menarik seolah-olah ada intervensi, keberpihakan kekuasaan,” kata SBY dalam perbincangan di Purworejo, Jawa Tengah, di sela-sela gelaran #SBYTourDeJava, Jumat (11/3) malam.

Seperti diketahui, dalam tubuh Partai Golkar, kubu-kubuan terjadi antara pihak Aburizal Bakrie (Ical) dan Agung Laksono. Sementara, di PPP konflik berlangsung antara kubu Djan Faridz dan Romahurmuziy (Romi).

Dalam konteks ini, SBY menyoroti sikap Menteri Hukum dan HAM Yasonna yang telah beberapa kali menerbitkan surat keputusan (SK) tentang kepengurusan sah Partai Golkar dan PPP.

 

Menurut SBY, pemerintah seharusnya menyelesaikan masalah dengan merujuk pada UU Partai Politik. Dengan demikian, penyelesaian konflik di tubuh partai harus diselesaikan pihak internal dengan mekanisme masing-masing, yakni AD/ART tiap parpol.

“Kalau pihak yang bersengketa membawa ke ranah hukum, domainnya hukum. Hukum juga jelas, siapa yang menang dan bersalah. Meskipun proses hukum mewadahi mekanisme naik banding, sampai nanti inkracht,” kata dia.

“Saya melihat karena pemerintah involve, melibatkan diri, bukan sekadar mengesahkan apa yang telah dilakukan oleh parpol, tapi ikut dalam proses, sebutlah sah atau tidak sah, benar atau tida benar. Ada unsur keberpihakan. Ini yang menjadi masalah,” kata dia.

SBY bahkan membandingkan metode yang dipakai pemerintahan Jokowi kini dengan eranya dalu. Ketika masih menjabat sebagai presiden, SBY mengklaim, konflik internal partai-partai politik tak akan berlarut-larut. Sebab, menurut dia, penyelesaian persoalan di dalam tubuh partai mesti menghormati kedaulatan tiap partai politik dari intervensi pihak luar, termasuk penguasa.

“Andai kata seperti pemerintahan saya dulu, 10 tahun saya pastikan bahwa pemerintahan yang saya pimpin, memastikan menteri-menteri tidak boleh take side di kubu manapun.” (SBY: Pemerintah Intervensi Konflik PPP dan Golkar).

Untuk itu, dia berharap agar pemerintahan Jokowi-Kalla lebih hadir sebagai fasilitator dalam situasi konflik internal partai politik. Bila sampai konflik internal dibiarkan berlarut-larut lantaran intervensi pemerintah, dikhawatirkan penyelenggaraan Pilkada 2017 dan Pemilu 2019 akan terganggu.

“Sebutlah (terkait) kedaulatan partai. Maka, harus dilakukan koreksi bersama agar demokrasi tidak goyah, dan keadilan bisa ditegakkan. Konflik internal partai yang tampaknya berlarut-larut, berbulan-bulan, bahkan lebih dari setahun. Saya kok tidak nyaman, ya,” kata jenderal purnawirawan ini.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement