REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat terorisme dari The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya, menyarankan agar Datasemen Khusus 88 mendapatkan pemeriksaan psikiater independen. Usulan tersebut terkait tewasnya Siyono (39 tahun) usai ditangkap Densus 88.
Menurut Harits, sudah banyak orang tewas lantaran dicurigai sebagai teroris yang belum terbukti kebenarannya. "Ekstra-judicial killing sudah lebih dari 120 orang, hanya dengan alasan seseorang itu terduga, terkait, tersangka teroris, dan alasan klise bahwa mereka melawan," kata Haris, Ahad (13/3).
Dia mengatakan, jika hari ini ada upaya revisi undang-undang terorisme, menjadi semakin tidak relevan dengan kasus meninggalnya Siyono. "Karena, yang diperlukan adalah moralitas, profesionalisme, transparansi, dan akuntabel di seluruh operasinya," kata Haris. (IPW: Densus 88 tak Lagi Menegakan Hukum).
Siyono yang beralamat di Brengkungan Pogung Cawas, Klaten, tewas dalam pemeriksaan Densus 88 pada Jumat (11/3) lalu. Siyono ditangkap sejak Rabu (9/11). Pada Kamis (10/3) sekitar pukul 10.00, rumahnya digerebek.
Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (HAM) Maneger Nasution mengatakan, Polri atau Densus 88 harus mengklarifikasi hal tersebut ke publik. Siapa pun yang mencintai kemanusiaan, tentu tidak setuju dengan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh siapa pun dengan dalih apa pun karena bertentangan dengan HAM yang adil dan beradab.
"Cara pencegahan dan penindakannya tidak boleh dengan cara yang tidak manusiawi, tidak adil, dan tidak beradab," kata Maneger.