REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) Ronnie S Natawidjaja menyebut, langkah pemerintah menyikapi harga pangan yang melambung menyulut ketidakpastian pasar. Dampaknya, harga pangan dan hortikultura tidak stabil hingga kini.
"Pemerintah mengkambinghitamkan pelaku pasar dengan menyebut kartel dan middle man, pemerintah membuat jarak, membuat suasana saling curiga," kata dia, Ahad (13/3). Ketimbang berlaku begitu, pemerintah dinilai perlu bekerja sama dengan pelaku pasar menciptakan keterbukaan agar titik temu solusi bisa hadir. "Jangan sampai urusan pangan dicampuri permainan politik."
Mesti dipahami, kata dia, di dalam bisnis apapun pengusaha selalu memperhitungkan perencanaan. Mereka berpikir bagaimana membangun ketersediaan untuk penjualan berikutnya. Tapi lantas pemerintah melakukan kebijakan tiba-tiba yang fatal, contoh terdekat yakni menyetop impor.
Di sisi lain, pasar dan sentra produksi juga dihadapkan pada ketidakstabilan cuaca. Masing-masing pelaku usaha dan petani akhirnya "cari aman" sendiri-sendiri di tengah ketidakpastian pasar. Salah satunya dengan menetapkan harga yang pas menurut versinya masing-masing.
"Ujung-ujungnya, Bulog dianggap punya kesaktian sehingga kalau harga bergejolak, harus segera turun tangan padahal sama sekali tidak dikuatkan posisinya," ujar dia. Ia menilai komoditas bawang merah dan cabai seharusnya tidak perlu terlalu dipermasalahkan. Sebab, keduanya tidak menyebabkan bencana kelaparan.
Baca juga: Kementan Klaim Produksi Cabai dan Bawang Melimpah