REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Organisasi angkutan darat (Organda) DKI Jakarta Shafruhan Sinungan meminta pemerintah provinsi merevisi aturan batas maksimal usia kendaraan yang bisa beroperasi.
Ia berharap operasional kendaraan ditentukan oleh lolos atau tidaknnya dalam uji KIR.
Ia mengatakan Perda no 5 tahun 2014 tentang batas usia kendaraan terbilang menyulitkan pengusaha transportasi. Apalagi hal itu berdampak pada nasib para sopir yang bisa kehilangan pekerjaannya.
Padahal, menurutnya Keputusan Menteri (KM) Perhubungan no 98 tahun 2013 menyebutkan batas izin usaha bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) 25 tahun. Sedangkan bus kota 20 tahun dan bus pariwisata 10 tahun.
"Ini rangenya jauh antara KM dengan perda, ini yang dituntut," katanya kepada Republika, Senin (14/3).
Ekses dari Perda no 5 tahun 2014 itu yaitu meningkatknya pengangguran. Sebab dengan armada kendaraan yang melewati batas maka STNK tak bisa diperpanjang.
Maka, para sopir pun kehilangan pekerjaannya karena armada yang biasa mereka kemudikan tak lagi berizin. Menurutnya, kendaraan di atas usia sepuluh tahun masih ada yang layak jalan.
Sehingga ia meminta penentuan batas operasional kendaraan dilakukan lewat tes uji KIR. Jika lolos uji KIR maka kendaraan itu masih bisa beroperasi meski usianya telah lewat dari sepuluh tahun.
"Yang paling penting bukan diusia kendaraan tapi hasil uji KIR masih layak atau enggak kendaraan itu. Makanya pengujian kendaraan harus berperan supaya kelayakan kendaraan terbukti enggak sekedar dapat buku KIR-nya. Patokannya layak jalan itu SPM (Standar Pelayanan Minimum) terpenuhi," ujarnya.
Diketahui, hari ini sekitar dua ribu angkutan umum melakukan unjuk rasa di tiga lokasi yaitu Balai Kota, Istana Negara dan Kemenkominfo. Salah satu tujuannya menuntut revisi Perda tersebut.