Senin 14 Mar 2016 14:22 WIB

Dua tahun Penyelidikan, Komnas HAM Temukan Pelanggaran HAM Berat

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Esthi Maharani
Komnas HAM
Foto: Antara/Reno Esnir
Komnas HAM

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menyerahkan berkas penyelidikan dan rekomendasi pelanggaran HAM berat peristiwa di Jambu Keupok, Aceh 17 Mei 2003 ke Kejaksaan Agung Senin (14/3).

Setelah melalui penyelidikan selama dua tahun, Komnas HAM menemukan bukti permulaan yang cukup terkait dugaan kejahatan yang dilakukan aparat negara terhadap puluhan warga sipil sehari sebelum Darurat Militer Aceh lalu.

"Ada 12 orang dibakar hidup-hidup dan empat orang mati ditembak, 21 orang disiksa dan dipukul, dipopor dengan senjata, lima diantaranya adalah warga perempuan," ujar Ketua Tim Adhoc Penyelidikan Pelanggaran HAM Aceh, Otto Nur Abdullah di Komnas HAM, Menteng, Jakarta, Senin (14/3).

Ia mengatakan, peristiwa itu terjadi bersamaan dengan peristiwa lainnya di Aceh sebelum Darurat Militer Aceh. Kala itu, pasukan gabungan TNI/Polri bergerak ke desa tersebut setelah mendapat laporan adanya aktivitas kelompok GAM di desa tersebut. Berdasarkan kesaksian warga, pasukan gabungan masuk ke desa waktu subuh, memerintahkan semua warga berjejer di jalan desa, dan pada saat itu dilakukan pembunuhan, penyiksaan dan penganiayaan ke penduduk sipil.

Menurutnya saat itu, antara perempuan, anak-anak dan laki-laki dipisah, namun mereka masih bisa menyaksikan penyiksaan saat dipaksa untuk memberikan keterangan keberadaan GAM.

"Ada yang ditembak kakinya, ada dipopor senjata, kemudian laki-laki yang setengah menderita atau sudah meninggal itu diangkut lemas, kemudian dilemparkan ke salah satu rumah penduduk, lalu dibakar," ujarnya.

Sejumlah pelanggaran HAM berat lainnya pun disertai bukti yang menguatkan yakni adanya kuburan massal dan monumen yang dibangun warga. Selain itu, banyak kesaksian warga hidup yang turut menjadi korban, pada saat aparat melakukan penyisiran di Desa yang diduga menjadi tempat persembunyian kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) tersebut.

Namun, Otto mengatakan tidak banyak orang dan juga media tahu akan peristiwa kejahatan aparat tersebut. Warga juga diakuinya, tidak memiliki keberanian untuk melaporkan dan mengalami trauma cukup berat.

"Saat kamu mulai masuk menyelidiki pun, butuh waktu untuk mengungkap dan mengumpulkan kesaksian korban," ujarnya.

Namun yang ia sayangkan, pihak yang semestinya bertanggungjawab yakni pasukan bersenjata pada saat itu tidak pernah memenuhi pemanggilan dari Komnas HAM. Lantaran itu, Otto berharap dilimpahkannya kasus pelanggaraan HAM di Aceh ke Kejakgung bisa segera ditindaklanjuti, tidak seperti kasus-kasus HAM selama ini.

"Kita minta Kejakgung sesuai political will Presiden Jokowi untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu sehingga tak jadi beban sejarah," ujarnya.

Apalagi berkas penyelidikan yang diserahkan Komnas HAM telah memenuhi bukti awalan cukup sesuai dengan Undang-undang 26 tahun 2000 tentang HAM untuk bisa ditindaklanjuti ke proses penyidikan. Ia pun optimistis, kasus ini bisa ditindaklanjuti oleh Kejakgung.

"Sudah ada kuburan massal, jadi tinggal ditindaklajuti, ada korban masyarakat masih hidup, tinggal diotopsi, prinspinya secara hukum ada seribu saksi ada satu bukti," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement