REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Minimnya pajak yang harus dipenuhi angkutan umum berbasis online berujung pada murahnya harga yang harus dibayar pelanggan. Ini kemudian berujung pada menjamurnya pengguna angkutan umum berbasis online tersebut.
"Kalau melihat aspirasi masyarakat, Kemenhub harus dapat mendorong perusuhaan taksi untuk menggunakan aplikasi," kata Pengamat Transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno di Jakarta, Senin (14/3).
Djoko mengatakan, pemerintah juga bisa mengurangi pajak perusahaan transportasi sehingga tarif bisa diturunkan. Dia melanjutkan, pemerintah juga bisa memberikan sanksi kepada taksi yang tidak mau mengantar penumpang jarak dekat.
Kemenhub, kata dia, tidak hanya berhenti pada usul blokir aplikasi sebagai pemenuhan tuntutan supir tapi juga harus ada langkah penuhi tuntutan pengguna jasa taksi.
"Pengguna layanan taksi juga ingin kemudahan dan murah. Perlindungan terhadap pengguna dapat juga dilakukan," katanya.
Sebelumnya, demonstrasi sopir taksi dan bus di depan Istana Negara menuntut adanya regulasi yang mengikat terkait keberadaan angkutan umum berbasis online.
Keberadaan mereka disebut-sebut merugikan angkutan umum normal. Mereka menilai kehadiran angkutan tersebut merugikan angkutan umum normal lantaran persaingan harga yang kurang sehat.
Dalam aksi tersebut, peserta aksi mendesak pemerintah untuk mengeluarkan segera Perpres atau Inpres yang mengatur persoalan transportasi yang sebelumnya diatur oleh UU No. 2 Tahun 2009 tentang lalu lintas. Juga terkait Revisi Perda no 5 tahun 2014 tentang usia kendaraan.