REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat memvonis bersalah Gubernur Sumatera Utara nonaktif Gatot Pujo Nugroho dan Istri keduanya, Evy Susanti. Menurut majelis, keduanya telah terbukti secara sah dan meyakinkan turut serta melakukan tindak pidana suap sebagaimana didakwaan dalam dakwaan pertama alternatif kesatu dan dakwaan kedua alternatif kedua.
Atas perbuatannya tersebut, Gatot dijatuhi hukuman tiga tahun penjara. Sementara Evy Susanti, dijatuhi hukuman kurungan selama dua tahun dan enam bulan. Keduanya juga diharuskan membayar denda masing-masing sebesar Rp 150 juta, yang apabila tidak terbayar, maka diganti dengan hukuman 3 bulan kurungan penjara.
"Menghukum terdakwa satu, Gatot Pujo Nugroho dengan hukuman penjara selama tiga tahun, dan terhadap terdakwa dua, Evy Susanti dengan hukuman penjara selama dua tahun dan enam bulan. Keduanya juga diharuskan membayar denda masing-masing Rp 150 juta subsideir 3 bulan kurungan," kata Hakim Ketua, Sinung Hermawan, di Pengadilan Tipikor, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta, Senin (14/3).
Hakim juga memaparkan beberapa hal yang meringankan kedua terdakwa, yang diantaranya adalah karena keduanya belum pernah dihukum sebelumnya. Mengakui kesalahan serta mengungkap pelaku lainnya yang terlibat dalam kasus korupsi tersebut juga turut menjadi pertimbangan yang meringankan bagi Gatot dan Evy.
Pertimbangan yang meringankan lainnya adalah karena kedua terdakwa masih memiliki tanggungan keluarga. Sementara hal yang memberatkan terdakwa, menurut hakim adalah karena keduanya dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi.
Dalam perkara ini, Gatot dan Evy dinyatakan telah terbukti menyuap hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara Medan senilai 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura untuk mempengaruhi putusan. Putusan yang dimaksud adalah terkait pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana BOS, Bansos, BDB, serta tunggakan DBH dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.
Atas perbuatannya tersebut, pasangan suami istri itu dinyatakan melanggar pasal 6 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP dengang ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp 150 juta dan paling banyak Rp 750 juta.
Kesalahan lain yang dilakukan kedua terdakwa adalah menyuap mantan mantan Sekjen Nasdem, Patrice Rio Capella sebesar Rp 200 juta melalui Fransisca Insani Rahesti. Suap tersebut diberikan agar Rio yang saat itu duduk di komisi III DPR RI, mengunakan kedudukannya untuk mempengaruhi pejabat Kejaksaan Agung, guna memudahkan pengurusan penyelidikan perkara korupsi dana Bansos yang ditangani Kejaksaan Agung.
Maka dari itu, menurut majelis hakim, keduanya juga terbukti melanggar pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP dengan ancaman penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dengan denda paling sedikit Rp 50 juta dan paling banyak Rp 250 juta.
Putusan hakim tersebut sebenarnya lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, jaksa meminta majelis hakim menghukum Gatot dengan hukuman penjara selama empat tahun enam bulan. Sementara Evy dituntut hukuman penjara selama empat tahun. Jaksa juga meminta hakim mengharuskan keduanya membayar denda sebesar Rp 200 subsider lima bulan kurungan.
Menanggapi putusan tersebut, Gatot dan Evy menyatakan, menerima sepenuhnya putusan hakim. Atas kesalahannya tersebut, Gatot juga memohon maaf kepada seluruh masyarakat Sumatera Utara.
"Saya beserta istri, memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada masyarakat Sumatera Utara. Setwlah berdiskusi dengan penasihat hukum, saya dan istri menerima sepenuhnya putusan ini," ucap Gatot.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU KPK) mengatakan, belum mengetahui langkah hukum apa yang akan diambil, menyikapi putusan tersebut. Maka dari itu, JPU KPK meminta waktu untuk memikirkan langkah hukum yang akan mereka tempuh selanjutnya.
"Terhadap putusan ini, kami memutuskan pikir-pikir," kata Jaksa KPK, Irene Putrie.