Selasa 15 Mar 2016 15:29 WIB

Indonesia Dapat Meniru Aturan Transportasi Online pada Negara Ini

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Winda Destiana Putri
  Warga mengoperasikan aplikasi taksi uber via internet, Jakarta, Jumat (22/8). (Republika/ Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Warga mengoperasikan aplikasi taksi uber via internet, Jakarta, Jumat (22/8). (Republika/ Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Surat Menteri Perhubungan No AJ 206/1/1/PHB 2016 kembali memicu kontroversi soal transportasi berbasis aplikasi.

Surat ini dinilai memunculkan polemik antara Kementerian Perhubungan dengan perusahaan transportasi online.

Peneliti Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia (PSHK) Muhammad Faiz Aziz mengatakan surat tersebut menegaskan bahwa regulator menganggap transportasi berbasis aplikasi adalah ilegal yang disertai dengan dasar-dasar hukumnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan belum memfasilitasi pengaturan transportasi berbasis aplikasi.

Peristiwa ini, kata Faiz, seharusnya kembali menjadi momentum bagi pemerintah untuk melihat lebih dalam lagi urusan bidang transportasi.

"Pemerintah harus serius membenahi kerangka hukum untuk memfasilitasi transportasi berbasis aplikasi sehingga kontroversi semacam ini tidak terulang kembali," ujarnya di Jakarta, Selasa (15/3).

Indonesia dapat meniru beberapa negara dalam mengakomodir pengaturan transportasi berbasis aplikasi. "Misalnya saja negara Bagian California (Amerika Serikat), Negara Bagian New South Wales (Australia), Kota Canberra (Australia), Edmonton (Kanada), dan Malaysia," kata Faiz.

Malaysia misalnya, alih-alih melarang kehadiran transportasi online, negara tersebut justru lebih memilih melakukan kajian untuk memberlakukan regulasi bagi layanan kendaraan berbagi tumpangan, seperti Uber dan GrabCar.

Sama seperti di Indonesia, kisruh soal transportasi online juga sempat melanda Malaysia. Guna meredakan polemik, pemerintah setempat mempertimbangkan pemberian pelonggaran beberapa regulasi bagi perusahaan taksi reguler dan sopir yang dapat meringankan kedua pihak.

Salah satu kelonggaran tersebut adalah dengan kemungkinan memperpanjang jangka waktu pemeriksaan berkala kendaraan dari enam bulan menjadi satu tahun.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement