Selasa 15 Mar 2016 18:00 WIB

Pemerintah Diminta Bisa Akomodir Angkutan Berbasis Online

Rep: Reja Irfa Widodo/ Red: Winda Destiana Putri
Ribuan sopir angkutan umum melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (14/3).  (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Ribuan sopir angkutan umum melakukan aksi di depan Balai Kota DKI Jakarta, Senin (14/3). (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah, melalui Kementerian Perhubungan diharapkan tidak secara emosional langsung melakukan pemblokiran terhadap angkutan umum berbasi aplikasi dalam jaringan (daring) atau online.

Bahkan, pemerintah diminta bisa mengakomodasi angkutan umum berbasis online tersebut, lewat perubahan-perubahan regulasi.

Ketua Bidang Industri Kreatif Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi, Yaser Palito, menilai, munculnya angkutan berbasis aplikasi seperti Grab, Uber, dan Gojek, merupakan keniscayaan dari evolusi angkutan umum dan perangkat teknologi informasi.

''Kalau pemerintah melawan trend dan evolusi semacam ini, kita akan makin ketinggalan. Makanya, Hipmi minta dengan sangat agar Pak Menhub (Menteri Perhubungan Ignatius Jonan) atau pemerintah dapat dengan cermat membaca trend ini dan tidak emosional memblokir taksi aplikasi,'' ujar Yaser di Jakarta, Selasa (15/3).

Yaser menambahkan, keberadaan angkutan berbasis aplikasi ini pun dianggap lebih efisien dan menawarkan harga yang lebih terjangkau. Sementara di sisi lain, tarif taksi konvensional semakin mahal dan tidak mampu menurunkan tarif.

Untuk itu, menurut Yaser, taksi berbasis aplikasi mesti bisa diakomodir oleh pemerintah dan jangan begitu saja dimatikan, karena dapat merugikan konsumen.

Lebih lanjut, Hipmi pun meminta agar pemerintah bisa segera mengakomodasi, terutama masalah perizinan, dari taksi dan angkutan berbasis online lainnya. Pemerintah, kata Yaser, bisa merujuk model regulasi yang telah diterapkan negara-negara lain.

''Negara-negara seperti Meksiko dan Filipina dapat menjadi rujukan akomodasi regulasi terhadap angkutan berbasis aplikasi. Sebagaimana taksi lainnya, taksi aplikasi bisa diakomodir sesuai ketentuan yang berlaku, termasuk diantaranya membayar pajak,'' kata Yaser.

Selama ini, menurut Yaser, taksi berbasis aplikasi bukan tidak mau mengurus perizinan. Namun, selain belum adanya payung hukum, proses perizinan angkutan berplat kuning dinilai terlalu lama, bertele-tele, panjang, dan memakan biaya tinggi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement