REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin memerintahkan militer Rusia untuk menarik sebagian besar pasukannya dari Suriah. Penarikan pasukan bertepatan dengan digelarnya pembicaraan damai Suriah pada Senin (14/3).
Awal negosiasi di Jenewa menawarkan Putin kesempatan untuk pengakhiri secara resmi kampanye udara Rusia selama lima setengah bulan. Penarikan mundur pasukan akan memungkinkan Putin mengaku sebagai pembawa perdamaian dan membantu meredakan ketegangan dengan anggota NATO Turki dan negara Teluk Arab, yang jengkel dengan aksi militer Moskow.
Pada saat yang sama, Putin menegaskan bahwa Rusia akan mempertahankan pangkalan udara, fasilitas angkatan laut, dan beberapa pasukan di Suriah. Kantor berita Suriah mengutip Presiden Bashar al-Assad mengatakan, militer Rusia akan menarik kontingen angkatan udara, tapi tak akan seluruhnya meninggalkan negara itu.
Assad dan Putin telah berbicara sebelumnya di telepon pada Senin. Mereka sepakat untuk menarik sejumlah pasukan Rusia di Suriah. Hal ini membantah spekulasi yang menyatakan adanya keretakan antara dua sekutu tersebut. Mereka menyatakan, keputusan mencerminkan keberhasilan kedua pasukan memerangi terorisme di Suriah dan memulihkan perdamaian di sejumlah wilayah utama di negara itu.
Saat mengumumkan keputusan tersebut dalam pertemuan di televisi dengan menteri luar negeri dan pertahanan Rusia, Putin mengatakan kampanye udara Rusia telah memungkinkan pasukan Assad secara keras mengubah gelombang perang. Hal tersebut menurut Putin membantu menciptakan kondisi untuk digelarnya perundingan perdamaian.
"Dengan tugas yang diberikan sebelumnya kepada Kementerian Pertahahan dan militer telah terpenuhi, saya memerintahkan Menteri Pertahanan untuk memulai penarikan sebagian besar kelompok pasukan kami dari Suriah, yang dimulai besok," kata Putin.