REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Pemilik tujuh tanduk rusa yang dipajang di tempat pangkas rambut di Medan mengaku membeli barang tersebut secara online. Dari pemeriksaan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut, diketahui bahwa tujuh tanduk rusa tersebut dibeli dari satu toko online yang berlokasi di Bandung.
Kepala Seksi Perlindungan, Pengawetan dan Perpetaan BBKSDA Sumut, Joko Iswanto mengatakan, pihaknya sudah meminta keterangan pemilik berinisial ML yang merupakan warga Medan.
"Memang toko online itu menjual barang-barang antik, termasuk kerangka hewan yang dilindungi. Jadi dia belanja tanduk rusa itu untuk hiasan di tempat usahanya," kata Joko, Rabu (16/3).
Joko mengatakan, dari keterangan pemilik, juga diketahui bahwa ketujuh tanduk rusa itu dibeli dengan harga Rp 3 juta. Pihaknya telah berkoordinasi dengan BBKSDA Jawa Barat untuk memproses kasus tersebut, termasuk menelusuri pemilik toko online yang menjual kerangka hewan dilindungi itu.
"Saat ini, pemilik, si ML dikenakan wajib lapor. Dia mengaku tidak tahu bahwa memperjualbelikan kerangka hewan dilindungi itu dilarang. Untuk pemilik toko online yang ada di Bandung juga akan diproses," ujarnya.
Joko mengimbau masyarakat untuk tidak memperjualbelikan satwa dilindungi, baik dalam keadaan hidup ataupun mati. Hal ini menyusul penjualan kerangka hewan di situs online yang menurutnya semakin marak saat ini.
"Memang di Sumut belum ada. Tapi untuk di Jawa Barat dari penelusuran kita, ada ditemukan. Dengan terungkapnya kasus ini, makanya kami koordinasi dengan BBKSDA Jabar," kata Joko.
Sebelumnya, BBKSDA Sumut menyita tujuh tanduk rusa yang dipajang di sebuah tempat pangkas rambut di salah satu mall di Jl Monginsidi, Medan. Padahal rusa merupakan salah satu satwa yang dilindungi dan dilarang diperjualbelikan baik dalam keadaan hidup maupun mati.
Tanduk rusa yang disita berupa awetan satu tanduk rusa utuh dengan kepala dan enam lainnya tanpa kepala. Saat ini, seluruh barang bukti sitaan telah disimpan di gudang BBKSDA Sumut.
Atas perbuatannya, pemilik tanduk rusa tersebut diancam dengan Pasal 21 Ayat 2 UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Sanksi pidana yang mengintai pelanggar, yakni penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.